Cerita Dewasa – Vita Sang Gadis Abg Kelas 3 SMP yang Ketagihan Seks

Image result for cerita sex abgBaca Cerita Dewasa, Cerita Seks Online, Abg Mesum Daun Muda, Vita Gadis Abg yang sudah kecanduan seks sejak memasuki bangku sekolah menengah Pertama, bahkan Vita sudah tahu cara marturbasi di kamarnya pada malam hari. Vita ini adalah cewek abg hiperseks sekaligus biseks yaitu menyukai pria dan juga menyukai cewek cantik sebagai pasangan seks nya.
Pada awalnya angga ingin memperkosa vita dengan membawa sebilah pisau untuk mengancam vita, malah pada akhirnya si angga diperkosa dan diancam balik sama si vita nya, ada-ada saja gak cuman diberita pemerkosa cowok diperkosa balik sama cewek korban tapi di cerita dewasa ceritaseks.club juga ada. Langsung saja silhakan dibaca :
Cerita Dewasa – Vita Sang Gadis Abg Kelas 3 SMP yang Ketagihan Seks
Kisah ini terjadi sewaktu aku masih kelas 3 SMP. Sekarang aku sudah hampir kuliah, tinggal nunggu pengumuman saja. Sebut saja aku Vita, waktu itu aku masih berumur 15 tahun. Tapi entah kenapa bentuk tubuhku sudah berbeda dengan teman-teman sebayaku. Dengan tinggi 163 cm dan berat 45 kg, aku cukup dikenal di sekolah, apalagi aku tergabung sebagai anggota cheerleader yang sering tampil di depan umum. Rambut hitamku aku panjangkan hingga sebahu, kulitku putih bersih (tapi aku bukan chinesse), dan ukuran dadaku cukup besar 34B.
Saat itu aku sudah mengenal seks, itu aku dapatkan ketika aku masih duduk di kelas 2 SMP, saat itu aku masih pacaran dengan seorang mahasiswa dari sebuah universitas swasta di kotaku. Semenjak saat itu gairah seks-ku semakin meningkat. Hampir setiap hari kami melakukan hubungan itu. Namun semenjak aku putus dengan pacarku, aku kehilangan orang yang dapat memenuhi kebutuhan biologisku. Sebagai gantinya aku sering melakukan mastrurbasi bila aku sedang terangsang.
Aku sering tidur dalam keadaan telanjang, hanya dilapisi selimut biar nggak kedinginan. Kalau sudah begitu aku pasti akan berfantasi sedang berhubungan intim dengan teman-teman sekolahku. Aku lebih suka berfantasi dengan teman sekolahku daripada dengan orang yang lebih tua apalagi orang bule. Fantasiku tidak hanya teman cowok, tetapi juga cewek-cewek yang cukup cantik dan seksi. Mungkinkah aku hypersex?
Dibalik selimutku, aku sering memasukkan jari-jariku ke dalam memekku, kemudian memainkan klitorisku hingga aku mencapai orgasme, dan aku ulangi lagi hingga benar-benar badanku lelah dan tubuhku penuh dengan keringat. Tidak jarang aku masukkan juga sikat gigi ke dalama memekku, kemudian jari-jariku memuntir-muntir puting susuku yang aku lakukan dalam tempo yang lambat.
Aku membayangkan saat itu aku sedang disetubuhi oleh temanku, hingga akhirnya aku mencapai orgasme. Kemudian sikat gigi yang basah oleh cairan memekku itu aku oleskan ke sekitar puting susu yang sudah menegang. Itu aku lakukan berulang kali hingga aku kehabisan tenaga. Orang tuaku tidak pernah tahu hal itu, karena mereka sibuk, lagipula kamarku cukup mendukung. Bahkan ketika aku berhubungan seks dengan pacarku dulu, tempatnya juga di kamarku.
Pagi itu aku bangun dalam keadaan telanjang, dan sikat gigi masih menancap di memek dan cairan memekku tampak masih meleleh keluar, puting susuku terasa lengket, cukup banyak aku orgasme tadi malam. Aku tersenyum melihat diriku di cermin, kemudian aku berdiri dan membiarkan sikat gigi menancap di memek. Aku masuk ke kamar mandi yang kebetulan masih berada di kamarku. Kemudian dengan shower aku siram tubuhku, terutama bagian payudara dan memek. Ketika sikat gigi aku cabut, tiba-tiba aku merasa terangsang lagi, segera aku semprotkan shower ke dalam memek sambil mengusap payudaraku dengan sabun, cukup lama aku hingga aku orgasme. Setelah itu aku mandi seperti biasa.
Hari ini ada pelajaran olahraga. Aku tidak begitu suka dengan pelajaran ini, selain aku tidak mahir olahraga, pasti aku akan jadi pusat perhatian cowok-cowok, mana pakaiannya ketat banget, huuhh.. (Aku lebih suka memakai seragam cheers, karena aku merasa lebih seksi bila memakai seragam itu. Seragam cheers sekolahku rok mini dengan atasan model sailor. Hmm..)
Akhirnya pelajaran olah raga selesai juga, kami cewek-cewek segera ganti pakaian. Kami segera menuju ke loker ganti. Aduhh.. Penuh.. Terpaksa aku ganti di toilet. Segera aku berlari ke toilet, meskipun toilet tetapi cukup bersih dengan kloset duduk yang bersih dan mengkilat. Aku lihat toilet kosong, aku maklum karena kelas lain masih pelajaran biasa, lagipula ini toilet terjauh dari kelas-kelas, biasa digunakan oleh anak ekskul karena dekat dengan aula. Segera saja aku masuk, ketika mau aku kunci ternyata kuncinya rusak.
“Ya sudah deh nggak usah dikunci aja, lagian nggak ada orang juga..” begitu pikirku.
Aku mulai membuka pakaian olah ragaku, cukup susah membuka bagian atasnya,
“Dadaku terlalu besar atau bajunya terlalu kecil ya?” gumanku sendiri..
Akhirnya aku berhasil juga membukanya, tetapi BH-ku menjadi berantakan, puting susuku menonjol keluar.
“Aku biarkan saja dulu ah” pikirku, kemudian aku lepas celana olah raga ku. Aku melihat celana dalamku basah oleh cairan memekku.
“Lho.. Kok aku keluar ya.. Padahal aku nggak ngapa-ngapain lho.. Pantesan putingku tegang banget..” gumanku.
Segera aku ambil tissue di toilet kemudian dengan hati-hati aku bersihkan memekku. Saat itu posisiku membungkuk membelakangi pintu sehingga aku nggak tahu kalau pintunya terbuka. Tiba-tiba aku dipeluk dari belakang, kontan saja aku kaget.
“Eh.. Eh.. Apa-apain nih.. Heeii!!” teriakku sambil membalikkan badan.
Tiba-tiba mulutku dibekap dengan tangan dan aku melihat Angga.
“ANGGA!!” teriakku..
Tetapi karena mulutku dibekap, suaraku bagaikan tidak keluar. Angga adalah cowok tajir yang naksir aku, rupanya dia ngikutin aku tadi. Angga kemudian membawaku ke toilet sebelah, kami masuk dan Angga mengunci pintunya, rupanya yang ini bisa dikunci, SIAL!! Rutukku dalam hati.. Tiba-tiba Angga mengeluarkan sebilah pisau dari kantongnya dan menempelkan di leherku.
“Diem terus ikutin perintah gue!!” bentaknya kepadaku sambil memepetku ke tembok.
Angga mengeluarkan tali kemudian mengikat kedua tanganku, aku hanya bisa diam, takut sama pisaunya. Angga melepas sepatuku dan kaus kakiku dan melemparkan ke tolilet sebelah. Tanganku diikat ke engsel pintu bagian atas hingga akhirnya tanganku tergantung ke atas, dengan begitu Angga bisa bebas melihat semua lekuk tubuhku yang setengah telanjang.
“Body lu seksi Vit.. payudara lu bikin gue horny” bisik Angga di telingaku sambil memegang payudaraku. Lalu dengan pisaunya, Angga memutus tali BH ku dan tali celana dalamku. Dengan sekali tarik, aku sudah telanjang bulat di depan Angga. Angga membuang pisau ke luar toilet dan segera mendekat, langsung memegang payudaraku dan memutarnya..
“Ahh.. Duuhh.. Jangan kenceng-kenceng dong.. Sakit..” rintihku kepada Angga, rupanya dia belum pernah berhubungan seks sebelumnya, masih perjaka rupanya dia, diam-diam aku tersenyum.
“Eh sorry.. Sakit ya..” dia minta maaf, bodoh banget ya?
Angga kemudian membuka semua pakaiannya, sehingga dalam beberapa menit dia sudah telanjang bulat. Aku melihat kontolnya sudah menegang dengan mengacung ke atas dan berdenyut-denyut. Angga mendekat dan mengusap payudaraku sambil memelintir puting susuku yang sudah tegang dari tadi.
Tiba-tiba Angga menempelkan kontolnya ke memekku, dan mendorongnya ke dalam. Karena belum berpengalaman maka Angga selalu meleset memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Karena kasihan aku buka kakiku ketika Angga mencoba untuk yang ke 4 kalinya. kontol Angga masuk ke dalam memekku, dan aku lihat Angga merasa surprise banget, dan Angga membuka mulutnya sembari mendesah..
“Ah.. Ah.. Ah..” desah Angga setiap mendorong kontolnya ke dalam memekku.
Aku hanya bisa diam saja. kontol Angga sudah masuk sepenuhnya dan dia mulai menggoyangkan kontolnya keluar-masuk memekku. Aku sengaja diam saja, karena kalau aku ikut menggoyangkan pinggulku, aku percaya Angga akan langsung ejakulasi. Ternyata belum ada 10 goyangan, Angga sudah ejakulasi di memekku. Rupanya dia nggak bisa menahan lebih lama lagi. Cukup lama dia menancapkan kontolnya di memekku, mungkin untuk merasakan sensasi ejakulasi yang baru saja dia alami. Aku hanya bisa tersenyum saja ketika dia menatapku saat dia mencabut kontolnya.
“Kok cuma sekali aja Ga?” tanyaku menantang.
“Kamu masih mau lagi?” balasnya, nampaknya pertanyaan pancinganku mengena.
“Masih dong, tapi aku yang kendalikan kamu, gimana?” usulku..
“Maksud loe?” tanya Angga enggak ngerti.
“Lepasin talinya terus kamu ikutin apa kataku” kataku sambil tersenyum nakal.
Rupanya Angga baru mengerti, dia kemudian keluar untuk mengambil pisau yang dia buang tadi, kemudian memotong tali yang mengikat tanganku.
“Bersihin kontol lu dulu gih” pintaku ke Angga yang kemudian segera dibersihkan dengan saputangannya.
Ketika aku melihat Angga membersihkan kontolnya menggunakan saputangannya, libidoku memuncak cepat hingga aku hampir tidak bisa mengendalikan diri. Tak lama kemudian dia selesai.
“Duduk di kloset itu, shut up, and look me!” perintahku.
Di depan Angga aku mulai menari. Menari? Ya menari, aku menari erotis di depan Angga. Aku meraba dan memuntir puting susuku kemudian memasukkan jari ke dalam memekku lalu aku jilat cairan memek yang menempel di jariku, sambil tetap menari. Kemudian aku tempelkan tubuhku ke tembok lalu berlutut di lantai, kemudian sambil merangkak aku mendekati Angga, aku melihat kontolnya sudah berdiri dan berdenyut-denyut.
Aku bergerak mendekati kontol Angga, kemudian menjilatinya, kemudian mengecupnya, sesekali aku masukkan ke dalam mulutku kemudian aku keluarkan lagi. Dengan ujung jariku aku mengusap kepala kontolnya sambil kujilat lubang kontolnya. kontol Angga tidak besar tapi cukup bersih. Aku melirik sambil tersenyum kepada Angga, tampaknya dia sudah hampir ejakulasi lagi.
“Cepet banget sih ni anak?” pikirku.
Kemudian aku kocok kontolnya perlahan-lahan, sambil tetap aku jilat kepala kontolnya. Aku merasakan ditanganku kontol Angga mulai berdenyut-denyut, segera aku masukkan kontol Angga ke dalam mulutku, kemudian aku hisap, tak sampai 3 kali hisap, Angga sudah ejakulasi lagi. Aku hisap air maninya hingga habis. Kemudian kontol Angga aku siram dengan air maninya yang terkumpul di mulutku. Kemudian dengan mulut yang masih ada sisa-sisa air mani, aku berdiri dan mendekati Angga. Kemudian aku duduk di pangkuan Angga dengan menghadap ke arahnya. Aku cium bibir Angga dengan sisa-sisa air maninya sendiri.
“Kenapa? Ini khan air mani kamu sendiri” protesku ketika dia mau menolak ciumanku.
Aku mencium bibir Angga dengan lembut sambil kuhisap mulutnya, kemudian aku masukkan lidahku ke mulutnya, jadilah kami French kiss. Cukup lama kami berciuman, hingga Angga hampir kehabisan napas.
“Sudah Vit, aku sudah capek..” pintanya kepadaku.
“Apa capek? Aku padahal baru mulai..” kataku..
“Apa? Baru mulai? Padahal..” Angga mencoba protes.
“Sudah diem!! Salah sendiri kamu yang mulai, sekarang ikutin kataku kalau nggak mau namamu tercemar di sini!!” ancamku kepadanya.
Rupanya Angga keder juga dengan ancamanku.Hihihihihihi..” aku tertawa kecil.
“Aku bakal bikin kamu nggak akan ngelupain hari ini..” kataku sambil mencium bibirnya lagi.
Kemudian aku suruh Angga untuk membuka kakinya lebar-lebar hingga kakiku bisa berdiri tepat di depan kontolnya yang sudah lunglai.
“Aku kasih waktu buat bangunin kontol kamu sampai memekku sampai di depan kontol kamu!!” perintahku kepada Angga.
Dengan posisi berdiri seperti ini, posisi memekku tepat berada di depan muka Angga, aku pegang kepala Angga, kemudian aku suruh menjilati memekku.
“Jilatin memek gue!!” kataku ketika aku sudah berdiri seimbang.
“Jangan seperti itu njilatinnya, pelan-pelan aja..” protesku ketika Angga menjilat memekku secara sembarangan.
Sekali-kali aku lihat kontol Angga, rupanya sudah hampir tegang penuh. Lama kelamaan aku merasa terangsang, apalagi ketika lidah Angga menyentuh klitorisku. Aku pegang kepala Angga, dan menggoyangkan pinggulku di depan kepalanya, aku gesek-gesekkan memekku ke mukanya, sambil aku membenarkan posisi kakiku, kemudian aku gesekkan memekku ke dagu, dada, hingga sampai perut. Aku sudah nggak bisa turun karena pantatku kehalang kontol Angga yang sudah tegang. Aku angkat pinggulku kemudian arahkan memekku ke kontol Angga. Nampaknya Angga sudah siap betul. Sambil menatap Angga aku masukkan kontol Angga ke dalam memekku, kemudian dengan cepat aku keluarkan lagi. Aku tertawa kecil dan aku mengulanginya lagi sampai beberapa kali hingga aku merasa terangsang.
Kemudian aku masukkan memekku tetapi hanya setengahnya saja kemudian aku jepit kontolnya dengan sekuat tenaga, kemudian aku tarik pelan-pelan hingga sampai kepala kontolnya, kemudian aku masukkan lagi hingga setengah dan aku tarik lagi. Aku lakukan itu beberapa kali hingga aku lelah menjepit kontol Angga. Bersamaan itu, Angga ejakulasi lagi, rupanya dia sudah tidak tahan dengan permainanku.
“Aduuhh.. Kok sudah keluar lagi sih” batinku agak kecewa..
Aku keluarkan kontol Angga dari memekku lalu aku kulum kontolnya untuk membersihkan kontolnya lagi. Kemudian aku kembali ke posisi semula. Kemudian dengan kontol Angga yang masih lunglai aku berusaha masukkan lagi ke dalam memekku, agak susah sih, karena nggak bisa menembus memekku yang masih cukup rapat.
Akhirnya bisa juga karena aku buka lebar-lebar mulut memekku, dan mendorong kontol Angga masuk ke dalam. Begitu masuk ke dalam memekku, aku tunggu Angga hingga dia ereksi sempurna, beberapa menit kemudian, segera aku goyangkan pinggulku dengan tempo lambat. Aku yakin Angga nggak bakalan cepet keluar lagi soalnya kontolnya sudah mulai pengalaman dan persediaan air maninya sudah hampir habis? Sewaktu menggoyangkan pinggulku itu aku sekali-sekali menjepit kontol Angga kemudian aku lepaskan lagi. Hingga akhirnya aku merasa hampir orgasme aku percepat tempo goyanganku. Rupanya Angga juga sudah hampir keluar.
“Tahan Ga, kita keluar barengan” pintaku.
Rupanya Angga sudah hampir bisa mengimbangiku, dan benar saja ketika aku orgasme Angga menyusul kemudian, hebat dia bisa 2 detik lebih lama dariku.
“Kamu sudah mulai hebat Ga..” bisikku sembari mencium bibirnya dengan lembut.
Kami berpelukan dan tanpa terasa kami ketiduran cukup lama hingga aku merasakan kontol Angga mulai ereksi lagi di dalam memekku. Segera aku melepaskan kontol Angga dari dalam memekku, kemudian aku berdiri sembari menunggu kontol Angga berdiri. Rupanya cukup lama hingga harus aku bantu dengan mengocoknya. Saat kontol Angga sudah ereksi sempurna, aku membalikkan badan dan berpegangan di pintu sambil membungkukkan badanku.
“Ga.. Masukin sini..” pintaku manja sambil menunjuk ke memekku.
Angga segera bangun dan langsung menempelkan kontolnya ke memekku.
“Pelan-pelan aja dulu, jangan buru-buru..” kataku ketika kontol Angga secara kasar ditusukkan ke memekku.
Akhirnya setelah kontolnya dikeluarkan, Angga mencoba untuk memasukkannya kembali, kali ini dia lebih lembut lagi, pantatku diusapnya dulu, kemudian tangan kirinya meraba payudaraku dari belakang, kontan saja putingku langsung menegang ketika tangan Angga menyentuh payudaraku.
Sementara itu, tangan kanannya memegang pinggangku agar tidak bergerak, lalu dia mulai memasukkan kontolnya. Nampaknya dengan gaya seperti ini kontolnya gampang masuk, dengan 2 kali coba, kontolnya sudah masuk ke memekku. Kali ini Angga tidak terlalu buru-buru, sehingga aku merasakan nyaman, aku rasa Angga pun demikian.
“Digoyang Ga..” pintaku kepada Angga ketika kontolnya sudah menancap di memekku, langsung saja Angga menggoyang pinggulnya. Ini adalah gaya favoritku, sehingga setiap kontol Angga menyodok masuk, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, tanpa sadar aku meracau keenakan.
“Ahh.. Uhh.. Yeah.. Ahh.. Aahh.. Terus Gaa.. Uhh..” racauku tanpa sadar.
Dan tampaknya Angga tidak tahu kalau aku hanya meracau, dia segera mempercepat goyangannya. Aku terkejut dengan yang dilakukannya, meskipun nikmat tapi aku merasa khawatir..
“Aahh.. Aku keluaarr..” erang Angga kemudian..
Tuh khan, yang aku khawatirkan terjadi juga, Angga masih terlalu amatir untuk berhubungan seks. Angga kemudian membenamkan kontolnya ke dalam memekku untuk beberapa saat, kemudian dia mencabutnya.
“Plaakk..” aku menampar pipi Angga.
“Aku khan sudah bilang jangan buru-buru!! Kamu tu masih amatir!!” makiku kepadanya.
Angga hanya bisa terkejut dan nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Segera aku keluar toilet dan kembali ke tolietku semula.
“Sial!! BH dan celana dalamku dirobek Angga. Gimana ya? Mana memekku masih banyak air mani Angga!!” Aku mengumpat dalam hati.
Segera aku bersihkan memekku lagi. Kali ini aku tutup pintunya dengan benar. Setelah itu aku kenakan rok-ku.
“Aduh pake apa ya..” aku bingung harus pake apa buat dalemannya, akhirnya aku gunakan celana olahragaku buat pengganti celana dalam, padahal rok-ku sempit, jadinya dengan tambahan celana olahragaku, rok-ku jadi tambah sempit.
“Tapi BH-nya pake apa ya? Masa nggak pake BH? Mana seragamku tipis..” pikirku.
Akhirnya aku langsung pake seragam tanpa BH. Bisa dibayangkan dengan ukuran payudara segitu (34B) pake seragam sekolah, tanpa BH, dan puting yang menonjol, pasti bikin ngeres orang yang liat. Aku berniat masuk kelas untuk mengambil rompi yang selalu aku bawa, tapi sekarang rompi itu ada di kelas.
Akhirnya dengan hati-hati aku keluar dan menunggu hingga sepi untuk bisa masuk kelas dan kemudian mengambil rompiku. Aku berharap tidak ada orang yang melihatku. Ketika kau keluar dari toilet aku berpapasan dengan Angga, nampaknya dia masih merasa bersalah, aku hanya tersenyum kepadanya ketika dia memanggilku.
“Nggak ada waktu..” pikirku, dan aku segera melesat ke kelas.
Aku berjalan melewati lorong dengan perasaan khawatir, khawatir kalau ketemu guru atau teman. Kalau dengan kondisi biasa sih enggak masalah, tapi dengan kondisi seperti ini? Gile banget deh..
Akhirnya setelah melalui perjuangan panjang, sampai juga aku di kelasku, rupanya kelas sepi, anak-anak sedang jajan di kantin. Kesempatan!! pikirku, segera saja aku masuk dan menuju ke tasku dan segera memakai rompiku.
“Vita..!!” tegur seseorang..
“O.. Oww..” aku kaget setengah mati, rupanya Wulan teman sekelasku.
Wulan cewek cantik di kelasku, menurutku dia seksi, dengan ukuran payudara yang hampir sama denganku, hanya saja dia lebih gemuk 2 kilo dariku. Aku 163/45, sedangkan Wulan 162/47. Wulan adalah salah satu cewek di sekolahan ini yang sering aku jadikan objek fantasiku. Dan aku rasa Wulan ada perhatian denganku, apakah Wulan lesbian? Entahlah.. Tapi aku tebak, Wulan sudah nggak virgin lagi.
“Kenapa kamu Vit?” tanya Wulan kemudian.
“Nggak Papa kok Lan..” sembari duduk di kursiku..
Wulan kemudian duduk di sebelahku. Rupanya aku lupa mengancing rompiku, dan aku rasa Wulan melihat aku nggak pakai BH saat itu.
“Kamu kok nggak pake BH Vit?” tanyanya tiba-tiba..
Kontan aja aku kaget, kok dia tahu..
“Ehmm.. Ahh.. Uhhmm.. Gimana ya.. Ehmm..” bingung bow jawabnya.
Tapi Wulan sepertinya mengerti dengan apa yang terjadi denganku.
“Sama siapa kamu barusan? Terus celana dalem kamu kemana? Tangan kamu kok ada bekas ikatan?” pertanyaannya bikin aku mati kutu.
Karena aku tidak bisa menjawab, Wulan akhirnya tersenyum.
“Tenang aja lagi, aku ngerti kok, enggak usah khawatir” bisik Wulan sambil tersenyum, kemudian Wulan mencium pipiku, lalu keluar kelas menuju kantin. Aku kaget juga dengan yang dia lakuin barusan, Wulan cium aku? Apa maksudnya nih? Tapi aku sudah ngerasa tenang dan sedikit senang karena Wulan ada perhatian denganku.
Tepat pukul 10.15 guru English masuk ke kelas, guru ini terkenal on-time dan agak killer, makanya begitu tahu gurunya datang, anak-anak langsung pada masuk.
“Vit, aku duduk sebelah kamu ya..” Wulan tiba-tiba duduk di sebelahku.
“Ha.. Oohh.. Ok.. Silakan aja..” jawabku terbata-bata.
Aku memang duduk sendiri, karena jumlah murid di kelasku ganjil, maka aku nggak dapet teman sebangku sendiri. Kasian ya gue? Selama pelajaran berlangsung Wulan mengamati aku, aku jadi salah tingkah dibuatnya, makanya aku pura-pura tidur saja.
“Vita, are you ok?” Tanya guru English-ku.
“She’s sick sir, I’ll take Vita to UKS..” Wulan langsung menjawab pertanyaan guruku.
“Oohh.. Ok, please Wulan..” Guruku mengizinkan.
“Ayo Vit, kita ke UKS” ajak Wulan sambil menggandeng tanganku.
“Apa-apaan nih?” batinku dalam hati.
Wulan membawaku ke ruang UKS, padahal aku nggak sakit. Selama perjalanan Wulan menggandeng mesra tanganku, sembari memepetkan tubuhnya ke tubuhku. Aku hanya bisa diam dan mengikuti apa maunya.
Akhirnya kami tiba di ruang UKS, ruangan ini terdiri dari beberapa kamar yang tertutup, sehingga orang tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam. Wulan membawaku ke kamar yang paling ujung. Di dalam kamar itu terdiri dari 3 tempat tidur. Tiba-tiba Wulan mengunci pintunya.
“Lan, maksud kamu apa s..” belum selesai aku ngomong tiba-tiba Wulan mencium bibirku dengan lembut. Sambil tangannya meraba-raba tubuhku. Mau tak mau aku terangsang juga, tapi aku berusaha untuk mengendalikan diri.
“Kamu cantik Vit, aku suka kamu..” bisiknya kepadaku.
Rupanya Wulan benar-benar ada rasa denganku. Aku kaget juga, soalnya setahuku dia juga punya pacar. Tapi apakah dia seperti aku juga? Aku juga sering berfantasi dengannya, dan sekarang aku malah sudah berhadapan dengannya.
Aku tersenyum ketika dia akan mencium bibirku, aku balas ciumannya, akhirnya kita berciuman dengan agak liar, sampai akhirnya Wulan mendorongku ke tempat tidur. Wulan menindihku, payudara kami saling bertemu. Kemudian dia menciumku lagi, aku merasakan tubuh Wulan menggesek-gesek tubuhku, aku cukup terangsang saat ini, aku merasa memekku basah, aku lebih mudah terangsang bila dengan cewek. Aku peluk tubuh Wulan dan mencoba untuk membuka resluiting rok Wulan. Sedangkan Wulan masih menciumiku sambil mengelus-elus rambutku, rupanya dia sudah menantikan saat ini, ini dilihat dari nafsunya yang sangat tinggi.
Wulan kemudian melepaskan rok-nya yang sudah longgar, rupanya Wulan sudah tidak pakai celana dalam, kemudian aku lepaskan pelukanku. Dengan posisi Wulan berada di atasku, Wulan membuka satu-persatu kancing seragamku. Akhirnya seragamku lepas dan payudaraku menyembul keluar. Wulan kemudian melepaskan rok-ku, dan celana olahragaku, akhirnya aku telanjang bulat, dan benar memekku sudah basah oleh cairanku.
Wulan kemudian melepaskan seragamnya dan BH-nya, sehingga jadilah kami telanjang bulat. Wulan kembali menindihku sehingga payudara kami saling bertemu lagi tanpa halangan. Karena payudara kami sama-sama sudah tegang, maka Wulan agak kesulitan untuk menciumku, tapi akhirnya bisa juga. Wulan menggesek-gesekkan memeknya ke memekku, sehingga aku merasakan kenikmatan, Wulan pun merasakan hal yang sama.
Aku hanya diam dan menikmati semua yang dilakukan Wulan. Wulan kemudian menciumi leherku, dan payudaraku. Dia menghisap puting susuku dengan lembut, kadang-kadang dia menggigitnya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa saat itu. Kedua payudaraku dijilatinya secara rata dan di usapnya hingga putingku berdiri tegak.
“Ahh.. Ah.. Ahh..” aku mendesah karena nikmat yang aku rasakan.
Wulan kemudian turun lagi, dia menciumi perutku yang rata, menjilati pusarku, dan kemudian dia menjilati memekku. Wulan memasukkan jarinya ke dalam memekku dan mencari klitorisku, setelah itu dia menjilatinya. Aku merasakan sensasi yang luar biasa saat lidah Wulan menyentuh klitorisku, aku serasa melayang.
“Ahh.. Iya.. Disitu.. Aahh..” aku mendesah saat Wulan menggigit klitorisku. Tak lama kemudian aku orgasme, aku merasakan orgasme kali ini sungguh spesial, karena aku orgasme karena cewek. Rasanya sungguh nikmat dibandingkan dengan cowok.
Wulan kemudian bangun dan mengambil thermometer yang ada di ruangan UKS ini, Wulan memasukkan thermometer itu ke dalam memekku.
“Apa yang kamu lakuin?” protesku.
Tapi Wulan hanya tersenyum saja sembari tetap memasukkan thermometer ke dalam memekku.
“320 Celcius..” gumannya saat Wulan melihat penunjuk di thermometer, rupanya Wulan memasukkan thermometer ke dalam memekku hanya untuk mengukur suhunya, sialan batinku.
Kemudian Wulan membuka lemari UKS, rupanya Wulan sudah merencanakan hal ini, buktinya dari dalama lemari itu, Wulan mengambil beberapa alat yang pernah aku lihat di film-film porno. Seperti kontol buatan (dildo), vibrator, masker, hingga sabuk kontol. Wulan memakai sabuk kontol hingga dia seperti seorang cowok berkontol besar dan panjang, namun juga berdada besar.
Wulan mendekatiku yang masih terbaring di tempat tidur, Wulan kemudian memasukkan kontol itu ke dalam memekku, kemudian mulai menggoyangnya, aku yang baru saja orgasme, langsung timbul lagi gairahku, segera saja aku imbangi goyangannya sehingga kami dapat menimbulkan goyangan yang seirama. Sudah lama aku tidak merasakan seperti ini lagi semenjak putus dengan pacarku dulu.
Aku kadang-kadang meremas-remas payudara Wulan, nampaknya Wulan suka ketika aku pelintir puting susunya, Wulan semakin bersemangat menggoyangnya setiap aku sentuh payudaranya. Sesekali aku meraba pantatnya, kemudian memasukkan jariku ke dalam anusnya, Wulan sepertinya juga merasakan hal yang sama denganku, karena aku lihat dari raut mukanya, dia menunjukkan kenikmatan. Tak lama kemudian, karena goyangan kontol yang konstan dan terus menerus, akhirnya aku mencapai orgasme. Saat aku orgasme Wulan terus menggoyang pinggulnya, nampaknya Wulan tidak tahu aku sudah orgasme.
“Aduuhh.. Ahh.. Sudahh.. Aku keluaarr..” rintihku ketika Wulan masih tetap menggoyang pinggulnya. Namun Wulan bukannya berhenti malah mencabut kontolnya dan kemudian memasukkan ke dalam anusku. Sakit sekali rasanya saat itu.
“Aduuhh.. Jangaann.. Please.. Sakiitt..” aku setengah berteriak. Namun nampaknya Wulan tidak peduli, dia terus saja menggoyangnya. Beberapa saat kemudian karena anusku tidak licin lagi, Wulan kembali mencabut kontolnya dan memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Kontan saja aku kaget, karena selama ini aku belum pernah merasakan hal semacam ini. Karena kalau cowok pasti nggak bakalan bisa kayak gini. Wulan terus menggoyang pinggulnya hingga aku hampir orgasme lagi. Gilee.. Akhirnya aku orgasme lagi. Wulan kemudian mencabut kontolnya, lalu bangun dan melepaskan kontolnya. Sementara aku masih terbaring kelelahan.
“Kamu juga harus coba Vit..” katanya sambil memberikan sabuk kontolnya kepadaku.
Aku mengambilnya dan mencoba memasangnya, cara memakainya rupanya seperti memakai sabuk pengaman para wall climber. Aku tersenyum sendiri ketika sabuk kontol itu sudah terpasang, rasanya aneh, karena sekarang aku serasa punya sesuatu yang baru di tubuhku. Aku melihat Wulan sudah terlentang di tempat tidur sambil menekuk kakinya, hingga memeknya terlihat.
“Masukkan sini Vit..” pintanya lembut.
Aku segera mendekatinya dan mencoba memasukkan kontolku ke dalam memeknya. Agak kikuk, karena biasanya aku dimasuki, kini aku harus memasuki. Aku pegang kontolku, dan pelan-pelan aku tempelkan di bibir memek Wulan, kemudian dengan dibantu tanganku, kontolku aku dorong masuk ke dalam memek Wulan, sulit juga, pantesan tadi Angga susah. Akhirnya dengan mata kepalaku sendiri aku melihat kontolku masuk ke dalam memek Wulan sedikit demi sedikit. Aku sempat melihat Wulan, dia membuka mulutnya sambil mendesah setiap aku mendorong kontolku masuk.
“Sshh.. Yaahh.. Sshh..” desahnya setengah berbisik.
Aku dorong kontolku terus, namun rupanya kontol ini terlalu panjang, karena belum sampai penuh, aku merasakan ujung kontolnya sudah menyentuh rahim Wulan. Kemudian pelan-pelan aku goyangkan pinggulku, sementara Wulan juga melakukan hal yang sama. Jadilah aku seperti cowok sekarang, sementar itu Wulan masih tetap mendesah dan sekali-kali meraba-raba payudaraku dan memegangi pinggangku. Cukup lama kami bergoyang hingga akhirnya Wulan mencapai orgasme, aku sendiri tidak tahu karena aku tidak merasakan apa-apa ketika menyetubuhi Wulan tadi, namun aku tetap merasa terangsang, karena memandang wajah Wulan yang cukup cantik. Pada saat Wulan orgasme, kontolku aku cabut, dan aku arahkan ke mulut Wulan.
Aku duduk di payudara Wulan, sedangkan aku arahkan kontolku yang masih berlumuran cairan memek kami ke mulutnya. Wulan rupanya tahu dengan maksudku dan segera menghisapnya hingga bersih. Setelah itu, aku bangun dan melepaskan sabuk kontol itu. Aku mengantinya dengan vibrator. Aku setel dengan speed yang medium, kemudian sebagian aku masukkan di memekku, sementara ujung yang satunya, aku masukkan ke memek Wulan. Aku berbaring di sebelah Wulan sambil memeluknya, Wulan pun menyambut pelukanku. Kami saling berpelukan, berciuman, sementara kami terus mendesah karena sensasi yang ditimbulkan vibrator di memek kami. Beberapa menit kemudian kami orgasme bersamaan, dan cairan kami berdua membasahi vibrator dan sprei. Selang beberapa saat aku bangun, kemudian mulai menjilati memek Wulan, memek Wulan cukup rapat, dengan klitoris yang cukup besar sehingga mudah untuk kujilat dan kugigit. Wulan mengerang ketika aku gigit klitorisnya.
“Ahh.. Yaa.. Teruuss..” Wulan mengerang setengah berteriak.
Aku khawatir ada orang yang mendengar, maka aku putar tubuhku, hingga sekarang kami berposisi 69. Aku di atas, sedanngkan Wulan di bawah. Kami saling menjilati, menggigit klitoris, dan memasukkan jari ke dalam memek. Entah berapa lama hingga kami mencapai orgasme yang bersamaan. Setiap orgasme, kami tukar tempat. Wulan di atas, aku di bawah. Kadang aku masukkan beberapa thermometer ke dalam anus Wulan, Wulan pun demikian, dia memasukkan vibrator yang dia bawa ke dalam anusku, kami mencoba semua alat yang dibawa Wulan hingga kami kelelahan.
Hingga akhirnya, kami tertidur sambil berpelukan dengan kondisi telanjang, dan hampir semua barang Wulan menancap di memek dan anus kami. Di anusku sabuk kontol menancap, dan vibrator menancap di memekku dalam kondisi masih bergetar, aku sangat menikmatinya sehingga aku tidak berniat untuk mematikannya. Sedangkan kondisi Wulan tidak jauh berbeda denganku. Di memeknya tertancap 2 buah dildo dan di anusnya tertancap 3 buah thermometer. Payudara kami saling bertemu dan terasa lengket, sedangkan tubuh kami bermandikan keringat. Kasur dan sprei acak-acakan, namun kami tetep cuek saja, dan tetap tidur.
Aku terbangun karena aku merasakan hampir orgasme, rupanya vibrator yang masih bergetar itu sudah membuatku orgasme beberapa kali tanpa aku sadar. Itu terlihat dari cukup banyak cairan yang keluar dari sela-sela vibrator yang menancap memekku. Aku kemudian mencabut semua yang menancap di tubuhku, kemudian membersihkan badanku dengan handuk yang ada di ruangan itu. Kemudian aku berpakaian seperti biasa. Aku melihat jam, sudah jam 2 sore. Cukup lama kami bercinta tadi. Wulan masih tertidur pulas, dengan barang-barang yang menancap di memek dan anusnya.
Aku mendekati Wulan dan mencium bibirnya dengan lembut, kemudian aku cabut dildo dan menukarnya dengan vibrator, dan aku setel dengan speed yang low. Wulan tampak mendesah ketika aku masukkan vibrator itu ke dalam memeknya. Aku cium sekali lagi bibirnya kemudian melangkah keluar dan pulang menuju rumah. Hari yang melelahkan dan tidak terlupakan.
readmore »»  

Kewalahan Menikmati Memek Hangat

Jika memang rezeki, susah di rekayasa. Itulah kejadiannya. Aku mendapat tempat duduk berdampingan dengan seorang wanita yang kutaksir umurnya sekitar 25 tahun. Aku duduk di dekat jendela, sedang dia duduk di bagian gang. Bus yang kami tumpangi, Pahala Kencana akan membawa penumpangnya sampai ke kota tujuan akhir adalah Bojonegoro. Dari Terminal Lebak Bulus, Jakarta, bus berangkat pukul 16.30 tepat. Berkali-kali aku lirik, lumayan juga, kulitnya putih dan dadanya cukup membusung. Sambil melirik aku amati dadanya, sepertinya daging atau lemak di buah dadanya meluap dari BH. Bentuk itu tercetak jelas dibalik kaus pink. Tampaknya dia bepergian dengan seorang gadis kecil yang duduk di seberangnya., “Anaknyakah ?” batinku. Menilik dari usia cewek di sebelahku rasanya dia masih terlalu muda untuk mempunyai anak seusia yang kutaksir 12 tahunan.

Aku sedang berpikir keras bagaimana ya membuka omongan dengan cewek di sebelahku ini. Kayaknya kalau nggak ngomongan kok aneh ya, karena perjalanan ini bakal lebih dari 12 jam. Belum sempat aku menemukan kata pembuka, eh dia malah menegur duluan. “ Mau kemana mas.” tanyanya.
“Eh mau ke Bojonegoro, mbak mau kemana, “ tanyaku kembali.
“Saya ke Rembang, nih mulangin anak bandel ini ke orang tuanya,” katanya .
“Rumah orang tuanya di Rembang ya,” tanyaku lebih lanjut.
“ Bukan sih masih jauh di desa, ke Randublatung,” katanya.
Aku tidak tahu dimana Randublatung tapi seingatku ketika melihat peta, desa itu letaknya jauh dari Rembang.

Akhirnya kami akrab ngobrol dan dia mengaku bernama Rianti dan di Jakarta bekerja sebagai SPG. Dari gayanya sepertinya Rianti agak gampang di goyang. Suasana makin redup dan akhirnya bus berhenti di wilayah Sukamandi Jabar, kami mendapat makan malam gratis. Ketika aku tinjau, menunya hanya sepotomg bandeng, sambel dan lalapan. Mereka berdua aku tawari traktir makan yang lebih enak di bagian lain restoran. Mulanya Rianti agak canggung, tetapi Ninik, gadis kecil itu langsung setuju. Maka kami makan dengan hidangan yang lebih baik.
Setelah makan kami kembali duduk di bus, dan obrolan kami makin akrab. Seperti biasanya, bus ini sesampai di Rembang masih gelap mungkin sekitar pukul 3 pagi.
Menurut Rianti mereka mau menunggu di warung tempat pemberhentian bus sampai hari agak terang. Setelah itu baru melanjutkan perjalanan ke Desa.
Trenyuh juga mendengar cerita mereka, sehingga aku menawarkan untuk menginap saja di hotel, sampai hari mulai terang, setelah itu baru jalan ke kampung. “ Saya gak punya duit mas, lha wong ini aja uangnya ngepas banget,” kata Rianti.
Aku lalu menawarkan biar aku saja yang bayar, dan aku juga akan ikut turun di Rembang.
Sejak naik dari rumah makan tadi, Rianti makin akrab saja, dia memeluk tanganku. Katanya dia merasa dingin. Aku merasakan tekanan dari susunya ke bagian lenganku. Perlakuan ini membuat voltase di tubuhku meningkat. Aku lantas berpikir, buat apa turun di Rembang kalau memang tujuannya untuk menginap. Aku menawarkan untuk menginap saja di Semarang. Tanpa pertanyaan sedikit pun Rianti langsung menyetujui. Dia makin erat memelukku, seperti kami sudah lama berkenalan.
Sementara rangsangan makin tinggi, aku belum menemukan jalan, bagaimana cara mengeksekusi Rianti, kalau ada keponakannya. Tidak ada titik terang, sementara bus sudah mulai memasuki Kendal, yang berarti tidak lama lagi akan sampai Semarang.
Sesampainya di Semarang kami turun dari bus dan langsung berpindah ke taksi. Aku memilih hotel Ciputra di Simpang lima Semarang.
Rianti dan Ninik seperti terheran-heran melihat hotel pilihanku. “ Oom bagus banget hotelnya, kan mahal nginep di sini,” kata Ninik.
Aku mendapat kamar double bed. “ Mas sayang-sayang kalau cuma nginep sebentar di sini, kamarnya enak banget,” kata Rianti sambil melihat sekeliling.
Ninik mencoba tempat tidur yang memang empuk dia duduk sambil menggenjot-genjot kasur.
Setelah mengemas barang, yang hanya sebuah ransel, aku pamit mau menyegarkan badan. Sambil menggosok gigi aku mengisi bak dengan air hangat. Rasanya nikmat sekali berendam berlama-lama dalam bak mandi. Kontolku dari tadi sudah menegang, jadi semakin keras ketika terendam air hangat.
Aku dikejutkan oleh pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka. Rianti sambil cengar-cengir mengatakan tidak tahan, kebelet pipis. Setelah memelorotkan celana dalamnya dia langsung duduk di closet. Terdengar desiran air kencingnya cukup lama juga.
Aku tidak bisa berlindung, karena sedang telentang dan full telanjang. Rianti mencoba merasakan hangatnya air. “ Enak ya mas,” tanyanya.
“Seger banget, “ kataku.
“Aku ikutan ah berendam, badan ku yo terasa lengket, karena tadi mau berangkat gak sempet mandi.
Setelah membersihkan kemaluannya dengan semprotan air. Tanpa ragu Rianti mulai membuka bajunya satu persatu. Aku memperhatikan, bodynya cukup menggiurkan, Susunya tegak menantang dengan pentil yang masih kecil. Itu menandakan dia belum pernah hamil. Yang luar biasa bulu di bawah sana hitam lebat. Warnanya kontras sekali dengan kulitnya yang putih. Rianti tanpa ragu langsung melangkah masuk ke dalam bath tub. Rianti mengambil posisi membelakangiku. Tanpa komando tanganku langsung mencengkram kedua bongkahan susunya. Penisku makin mengeras dan menerjang bagian belakang Rianti.
Merasa penisku menrjang badannya Rianti berbalik posisi dan langsung meraih penisku. Digenggam-genggamnya. Nikmat yang luar biasa membuat aku makin menyelonjorkan tubuhku sehingga posisiku jadi telentang terendam air hangat.
Rianti menyelam dan mulutnya langsung melahap penisku. Aku tidak menduga dia secepat ini melakukan itu, Sehingga aku agak berjingkat ketika bibirnya menyentuh kepala penisku.
Dia tidak bisa berlama-lama karena sesak nafas di dalam air. Tanpa kuminta, Rianti menduduki penisku dan penisku dipegangnya lalu dibimbingnya memasuki lubang vaginanya.
Memasukkan penis ke vagina di dalam air, terasa agak sulit, karena lubang memek Rianti terasa kesat. Namun rianti tidak putus asa, dia mencoba terus sampai akhirnya terbenam juga seluruh batangku di dalam memeknya.
Nikmat sekali rasanya, memek Rianti terasa sempit sekali. Mungkin karena pengaruh berendam di dalam air, atau memang aslinya sempit begini. Aku tidak ambil pusing, karena pikiranku terfokus menikmati genjotan Rianti.
Pintu kamar mandi terbuka tiba-tiba. Muncul si kecil Ninik. Dia terkejut dan melakukan gerakan menutup mulutnya dengan tangan. Posisi kami tidak bisa disembunyikan lagi, karena Rianti yang bugil sedang berada diatas tubuhku yang juga bugil.
“Ninik kebelet pipis nih, dari tadi ditunggui lama banget.” Kata Ninik.
Dia seperti juga Rianti tadi langsung memelorotkan celana dan duduk di closet. Desiran air kencingnya terdengar nyaring.
Sementara dia duduk di closet, Rianti seperti tidak perduli dia terus menggenjotku sampai aitnya tertumpah dari bak.
Ninik duduk termangu menonton kami berhubungan, meski kencingnya sudah selesai dari tadi.
Situasi sudah tanggung, Nini kugamit untuk bergabung berendam di bak. Dia kuminta membuka bajunya.
Tidak terlalu repot, Ninik mengikuti anjuranku. Dia melolosi satu persatu bajunya. Setelah baju luarnya yang terdiri dari celana jins dan kaus putih di lepas, tinggallah celana dalam pink bergambar tokoh kartun dan miniset. Dia melepas minisetnya terlebih dahulu. Teteknya langsung menyembul gempal dengan pentil yang masih kecil sekali. Ukuran tetek Nini seharusnya sudah memerlukan BH, karena minisetnya sudah kelihatan sempit. Setelah menggantungkan minisetnya dia meloloskan celana dalamnya. Aku tidak bisa langsung melihat kemaluannya. Yang tampak hanya bongkahan pantat kecilnya. Sepintas terlihat memeknya yang masih gundul, ketika dia masuk ke dalam bak mandi. Ninik mengambil tempat di bagian kakiku. Bak mandi jadi sesak diisi tiga orang, dua diantaranya sedang beraktifitas.
Gerakan jadi tidak leluasa lagi sehingga aku menyarankan Rianti keluar dari bak mandi dan meneruskan di luar. Rianti kuatur memunggungiku dengan posisi merunduk bertopang wastafel, Aku menggenjotnya dari belakang. Batangku dengan mudah masuk ke dalam lubang memeknya yang terasa sangat licin. Rianti seperti tidak peduli dengan kehadiran Ninik. Dia mendesah-desah dan merintih sampai akhirnya menjerit dan kakinya dirapatkan. Terasa lubang memeknya berkedut-kedut. Rianti mendapatkan orgasmenya yang pertama. Sementara aku sebetulnya sudah hampir, tetapi terinterupsi karena Rianti menghentikan gerakannya. Di lepasnya batang kontolku dari lubang memeknya sehingga penisku mengacung kedepan tegap.
Rianti berusaha memuaskanku dengan jongkok sambil mengulum dan menghisap penisku. Namun karena konsetrasiku sudah buyar, aku jadi sulit menikmati, oralnya.
Bosan mengoralku yang tak juga mencapai ejakulasi, akhirnya Rianti berdiri dan dia lalu membersihkan dirinya dengan meraih shower.
Aku kembali masuk ke bak mandi yang di situ masih ada Ninik. Aku berhadap-hadapan dengan Ninik. Kuperhatikan teteknya sangat mengkal dengan putting susu yang menajam diujungnya. Ninik kuraih sehingga dia kupeluk dengan posisi membelakangiku. Aku meremas perlahan-lahan tetek mengkalnya. Beda sekali rasa tetek Rianti dengan Ninik. Jika tetek Rianti terasa lembut oleh lemak, tetek Ninik terasa mengkal dan lebih keras.. Puas memainkan teteknya aku menggapai belahan memeknya. Jari tengahku langsung merasa clitorisnya mencuat dan ketika kuraba halus dia sudah mengeras. Aku terus memainkan clitorisnya sampai akhirnya Ninik kelojotan mencapai orgasme.
Sementara itu Rianti sudah mengeringkan badan dengan berkemben handuk dia meninggalkan kami berdua. Aku mentas dari bak mandi. Ninik juga kuminta keluar. Aku duduk di colset dengan posisi menyandar, sehingga penisku bebas tegak. Ninik kubimbing berada di atasku . Dia menuruti saja kemauanku. Sambil berdiri mengangkangi badanku Niniki mendekatkan lubang memeknya ke kepala penisku yang telah memerah karena sangat tegang. Aku mengoles-ngoles kepala penisku di sekitar lubang memeknya sampai terasa ada cairan lendir keluar dari dalam. Setelah kurasa pelumasan mencukupi, aku berusaha memasukkan kepala penisku ke memek gundul itu. Agak sempit rasanya, tetapi penisku bisa terus menerobos kedalam. Kesanku Ninik sudah jebol perawannya. Meski jepitannya lebih kuat dibanding memek Rianti, tetapi penisku lancar maju-mundur di lubang memeknya. Aku terus mendekapnya sampai akhirnya aku menjelang orgasme kutarik badannya dan begitu lepas, meledaklah ejakulasiku. Lemas sekali badanku. Kami berdua lalu mandi membersihkan diri dengan shower. Selama mandi itu kutanya Ninik soal keperawanannya. Dia mengaku memang sudah pernah berhubungan, dengan pacarnya yang sudah SMA. Karena itulah dia sempat ketahuan selagi asyik main dikamarnya. Akibatnya Ninik dipulangkan ke kampungnya. Sekarang inilah proses pemulangan Ninik ke orang tuanya di kampung. Di Jakarta Ninik tinggal di rumah budenya, yaitu ibunya Rianti. “ Mbak Anti, bebas menerima cowoknya menginap di kamarnya, kenapa aku gak boleh ajak pacarku ke kamarku,” kata Nini dengan muka agak merajuk.
Aku tidak mau berkomentar, karena rasanya tidak ada gunanya berkomentar pada saat seperti ini. Aku berbalut handuk dan juga Ninik berkemben handuk kami masuk menyelinap ke bawah selimut. Rianti sudah mengorok tidur di sisi kiri, aku memilih posisi ditengah dan Ninik di sisi kananku. Tidak nyaman rasanya tidur berbalut handuk lembab, maka kubuka handukku dan kulempar ke kursi, Handuk Ninik juga kulepas, sehingga kami berdua telanjang di bawah selimut. Sementara itu Rianti yang juga berbalut handuk perlahan-lahan kulepas dan ku lempat juag ke kursi. Kami bertiga tidur bugil di bawah selimut.
Rasa lelah dan kecapaian ngentot membuat aku cepat tertidur.
Aku terbangun karena rasa geli di kemaluanku. Kuintip ke bawah, ternyata Ninik sedang menghisap penisku. Mungkin dia berusaha membangunkan penisku. Aku berpura-pura tidur. Kulirik di celah korden sudah masuk cahaya terang matahari. Kulirik jam di meja sudah menunjukkan hamper jam 7 pagi. Kubiarkan Ninik beroperasi sendiri, sementara Rianti masih ngorok disebelahku. Ninik berusaha memasukkan penisku ke lubang memeknya dengan posisi menduduki badanku. Dia berhasil menelan semua batang penisku lalu dia melakukan gerakan naik turun, kadang-kadang maju mundur. Mungkin dia bosan pada posisi itu, dia bangkit berdiri dan membalikkan badannya sehingga memunggungiku. Ninik kembali jongkok dan kembali menggenjot. Dia mencoba merebahkan badannya ke depan sampai hamir mencium kakiku. Penisku terasa dipaksa menghadap kebawah. Ninik kesulitan melakukan gerakan pada posisi itu, karena lubang memeknya seperti kedongkrak oleh batang penisku yang sedang keras sempurna. Ninik berdiri lagi dan dia berbalik arah kembali ke posisi berhadapan denganku . Penisku kembali dimasukkan ke dalam memeknya. Dia menggenjot sebentar lalu merabhkan badannya. Sambil memelukku dia terus mengggerakkan-gerakan pinggulnya. Posisi ini agak sulit, karena berkali-kali penisku lepas dari lubang memeknya. Ninik kembali ke posisi mendudukiku, dia rupanya menemukan posisi nikmatnya sehingga gerakannya makin liar, dan tak lama kemudian berhenti menggenjot dan terasa memeknya berdenyut-denyut.
Aku jadi dalam posisi nanggung sehingga kusibak selimut dan langsung kuarahkan penisku memasuki memek Rianti. Memeknya terasa berlendir. Berarti dia sudah bangun dari tadi dan sempat melihat permainan kami sehingga di terangsang. Bagitu penisku ambles, dia langsung mengerang. Kugenjot dengan gerakan kasar, Rianti merintih-rintih. Sayangnya memeknya terlalu banjir sehingga kurang mencengkeram. Aku terus berusaha kosentrasi untuk mencapai puncak. Namun setelah sekian lama masih juga belum berhasil, sampai badanku lelah. Kubalikkan posisi dengan tetap mempertahankan kontolku di dalam memek Rianti. Dia mengerti dan kini Rianti memegang kendali. Dia bergerak maju mundur naik turun di atas tubuhku. Menjelang aku orgasme
Rianti sudah memekik sambil menjepit kontolku. Mendengar teriakan itu aku jadi tak mampu lagi menahan ejakulasiku dan kulepas saja di dalam memeknya. Pada suasana seperti itu, aku tidak memikirkan risiko hamil dan sebagainya, yang penting rasanya nikmat.
Rianti langsung jatuh berbaring di sampingku.
Aku tertidur telentang dan agak terengah-engah. Tiba tiba terasa batang penisku dibersihkan dengan seka an handuk hangat. Kulirik kebawah, ternyata Ninik yang melakukan. Aku tidak sempat memperhatikan apa yang dilakukan Ninik tadi ketika aku bertempur dengan Rianti. Setelah dibersihkan , Ninik kembali mengoral penisku. Tanpa rasa malu dia terus berusaha membangunkan penisku. Lama juga penisku tidak bangun-bangun, Aku merasa kasihan karena usaha Nini tidak membawa hasil. Dia kemudian kuminta berbaring dan kakinya dikangkangkan. Aku melakukan oral buat memek kecil ini. Ninik tersenyum dan terus menggelinjang merasakan sapuan lidahku di ujung clitorisnya yang menonjol. Tidak perlu waktu terlalu lama akhirnya memek Ninik cenat-cenut. Setelah dia mencapai orgasme aku memasukkan jari tengah ke dalam memeknya, aku mencari G-spotnya. Teraba ada jaringan halus. Aku memastikan bagian itu G-spotnya karena ketika kusentuh pelan Ninik bereaksi. Aku serang terus sampai beberapa saat kemudian Ninik memekik. Dia mencapai orgasme tertingginya. Dari lubang pipisnya meleleh cairan kental. Jumlahnya tidak banyak, mungkin cuma 3 tetes, tetapi jelas sekali meleleh keluar. Melihat reaksi itu, penisku mulai bangun. Belum terlalu sempurna tetapi cukup keras untuk disodokkan ke memek Ninik. Aku langsung menindih Ninik dan terasa memeknya mencekat dan masih ada sisa cenat-cenutnya. Aku genjot langsung dengan gerakan cepat. Nikmat sekali rasanya. Ninik merintih-rintih, dan dia kembali mendapatkan orgasme berkualitasnya. Aku menengarai itu karena Ninik kembali menjerit seperti tadi. Aku tidak memberi kesempatan dia melampiaskan orgasmenya, aku terus menggenjotnya. “ Oom ampun oom udah om, memekku ngilu. Aku tidak memperdulikannya dan terus menggenjot. Sambil mengiba-iba Ninik juga mendesis-desis seperti menikmati persetubuhan ini. Itulah maka aku tega menggenjot terus dan memang benar Ninik kembali menjerit. Pada saat mencapai orgasme, lubang memek terasa lebih nikmat karena makin ketat mencengkeram dan ada ritme di dalamnya. Kuhentikan sebentar sampai orgasmenya tuntas lalu kugenjot lagi. Memeknya terasa makin sempit sehingga aku merasa nikmat dan mengantarku mencapai puncaknya. Aku sudah seperti lupa daratan sehingga ketika mencapai orgasme kubenamkan dalam-dalam penisku ke memeknya. Ninikpun menjerit, rupanya dia juga sampai kepada puncak tertingginya.
“Seru banget mainnya, dan berisik,” kata Rianti yang duduk bersila dengan tubuh telanjang menonton pertempuranku.
“Gila lu Nik kecil-kecil, ngeseknya kuat juga,” kata Rianti mengomentari adik sepupunya.
Aku istirahat sebentar. Ninik sempat tertidur dan mendengkur halus. Kulihat jam sudah menunjukkan jam 8 pagi lewat 10 menit. Aku menggamit Rianti dan membangunkan Ninik. Kami mandi bertiga di kamar mandi sambil saling menyabuni.
Pagi itu badanku terasa ringan sekali. Kami bertiga turun ke coffee Shop untuk sarapan pagi. Ninik terkagum-kagum oleh banyaknya ragam sarapan pagi yang tersedia. Mungkin dia belum pernah mengalami hal semacam ini. Sambil menyantap makanan, Ninik mengusulkan agar bisa menginap semalam lagi di hotel ini. Rianti setuju. Kami memang akhirnya menambah satu malam lagi di hotel. Sepanjang siang aku hanya jalan keluar bersama mereka makan di bawah. Mereka mondar-mandir keluar masuk kamar membawa belanjaan. Rianti dan Ninik memeng kubekali uang yang lumayan banyak untuk sekedar belanja membeli pakaian dan sepatu di mall di bawah hotel.
Hari berikutnya aku menyempatkan ke Bojonegoro membereskan urusanku . Rianti dan Ninik membatalkan pulang kampung. Mereka ikut aku. Dari Bojonegoro aku langsung memboyong mereka ke Surabaya. Di kota Pahlawan itu aku juga memilih hotel yang menyambung dengan Tunjungan Plaza. Mereka senang sekali bebas berkeliaran di mall, sementara aku milih tidur saja dikamar menjaga stamina.
Melawan Rianti, bagiku tidak berat, tetapi melayani nafsu Ninik kecil aku agak kewalahan juga. Kecil-kecil kemauannya besar sekali.
Ninik tidak jadi dipulangkan ke kampung, dia ke Jakarta lagi dan kost bersama Rianti. Rianti memilih tempat kost di dekat tempat kerjanya sehingga dia hanya perlu jalan kaki saja. Aku yang membantu membayar sewa kostnya. Dikala sedang suntuk oleh pekerjaan aku melampiaskan kepada dua memekku itu.
readmore »»  

Jilat Lagi Memekku, Mas !

Aku baru saja merekrut sekretaris baru karena sekretarisku yang lama sudah malas-malasan dan kurang profesional, apalagi setelah dia menikah. Oh ya, hampir lupa, aku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang sedang naik daun, tepatnya di sebuah bank swasta. Tak kuduga, sekretaris baruku itu memang bukan saja masih perawan, tapi rajin, pintar dan yang paling penting lagi adalah bodinya yang montok dan parasnya yang cantik, dengan kulit putih bersih tanpa cela. Dari pandangan mata pertama kali ketika kuwawancarai aku langsung terpikat dan dari sorot matanya serta sikapnya terhadapku, aku juga faham jika dia suka padaku.

Wah, cocok deh, rasanya pada minggu pertama hari-hari di kantor begitu indah dan rasanya sangat cepat berjalan. Namanya Indah Ningsih Purwati, oh... rasanya kerjaku semakin bersemangat. Setiap kali dia datang ke kamar kerjaku membawa surat atau minumanku, aku mulai menancapkan busur-busur asmaraku dari mulai menggenggam tangannya, mencium hidung dan keningnya tetapi masih cukup sopan, jangan sampai dia kaget atau marah. Tapi aku yakin, dia pun ingin diperlakukan demikian karena ternyata dia tak menolak bahkan kerjanya semakin rajin dan cekatan bahkan tak pernah bolos (termasuk ketika datang matahari, eh datang bulan). Kupikir tak apa, malah aku senang, toh aku belum mau pakai, yang penting bisa mencium bibirnya, hidungnya, keningnya dan dari hari ke hari kami semakin tenggelam dalam asmara. Ketika itu, tahun 1982, dia sudah punya pacar bahkan pacarnya terus memintanya untuk segera menikah. Herannya, menurut pengakuannya, dia semakin benci dan tidak berniat kawin dengan pacarnya itu. Weleh-weleh- weleh, rupanya jerat cintaku telah merasuki jiwanya.



Sampai suatu hari (3 bulan kemudian), aku membeRenikan diri untuk mengajaknya pergi ke luar kota di hari minggu, karena tidak mungkin kami mencurahkan cinta kasih kami di kantor. Dia setuju dan berjanji untuk menungguku di sebuah pasar swalayan tak jauh dari rumahnya. Maka ketika mobil kami meluncur di toll Jagorawi menuju Bogor dan kemudian ke Pelabuhan Ratu Sukabumi, hati kami semakin berbunga-bunga sebab kami akan dapat mencurahkan segalanya tanpa takut diketahui orang atau pegawai lain di kantor maklum kedudukanku sebagai kepala cabang bank swasta terkemuka di samping sudah beristeri dan beranak dua.

"Ning...." kataku pelan ketika mobilku keluar pintu toll.
"Ada apa Pak?" Ningsih menjawab manis, sambil melirikku.
"Sekarang jangan panggil bapak, panggil saja Papah, biar nanti orang mengira kita ini suami-isteri. " Dia mencubit pahaku sambil tersenyum manja, dan tangannya kutahan untuk tetap memegang pahaku, dia mendelik manja tapi juga setuju.
"Pah... kamu nakal deh", sambil mencubit sekali lagi pahaku. Wah, rasanya aku seperti terbang ke langit mendengar Ningsih mengatakan "Papah" seperti yang kuminta. Sebaliknya, aku pun mulai saat itu memanggil Ningsih dengan sebutan "Mamah" dan kami saling memagut cinta sepanjang perjalanan ke Pelabuhan Ratu itu, laksana sepasang sejoli yang sedang mabuk cinta atau pengantin baru yang akan ber-"honey-moon" , sehingga tak terasa mobilku sudah memasuki halaman Hotel Samudera Beach. Pelabuan Ratu yang berada di tepi Samudra Hindia dengan ombaknya yang terkenal garang. Laksana suami isteri, aku dan Ningsih masuk dan menuju "reception desk" untuk check-in minta satu kamar yang menghadap ke laut lepas. Petugas resepsi dengan ramah dan tanpa rewel (mungkin karena aku ber-Mamah-Papah dan terlihat sebagai suami isteri yang sangat serasi, sama ganteng dan cantiknya) segera memberikan kunci kamar, sambil minta seorang room-boy mengantar kami ke ruangan hotel di lantai tiga kalau aku tak salah. Segera kututup pintu kamar, di-lock sekaligus dan pesan supaya kami tidak diganggu karena mau beristirahat. Aku dan Ningsih duduk berhadapan di pinggir tempat tidur sambil tersenyum mesra penuh kemenangan. Akhirnya, angan-angan yang selalu kuimpikan untuk berdua-duaan dengan Ningsih ternyata terlaksana juga. Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Ningsih menggelinjang geli. Kusodorkan mulutku untuk meraih mulutnya, dia terpejam manja dan ketika bibir kami bersentuhan dan kuulurkan lidahku ke bibirnya, ternyata dia langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam. "Ooohhgghh, Paahh", Ningsih mulai terangsang dan merebahkan badannya, aku segera saja menggumulinya dan menaiki badannya, Ningsih melenguh dan terpejam, kemaluanku bergesekan dengan selangkangannya dan bau harum parfumnya semakin merangsang nafsuku. "Paahh, kita buka pakaiannya dulu, nanti lecek." Oh, harum sekali mulutnya, kulumat habis wajahnya, kupingnya, jidatnya dan mulutnya. "Paahh, bandel nih, kita buka dulu bajunya!" Aku masih terengah-engah menahan nafsuku yang membara, kemaluanku semakin menegang menggesek selangkangannya. "OK Mahh... yuuk dibuka dulu."

Karena sudah sama-sama ngebet, kami saling membukakan pakaian dan setelah T-Shirt-nya kulepas, terlihat sepasang gunung menyembul putih, dan mulus sekali. Kami berpandangan setelah tak selembar benang pun menempel. Kudekap Ningsih yang mulus, putih, harum itu, kujilati semuanya sambil berdiri, sementara kemaluanku sudah tegang memerah, apalagi ketika Ningsih mulai meraba dan meremas batang kemaluanku. Kutelentangkan dia di tempat tidur. Oh... betapa mulusnya badan Ningsih, sempurna sekali seperti bidadari. Pinggulnya yang montok, buah dadanya yang putih kencang dengan puting merona merah dan kemaluannya yang dijalari rambut kemaluan yang tidak terlalu lebat jelas menampakkan bentuknya yang sempurna tanpa cacat, dan kelentit yang merah terlihat rapi dan belum menonjol keluar karena memang Ningsih masih perawan. Kujilati dari ujung kaki sampai ujung jidatnya yang mulus, naik ke atas, berhenti lama di bawah kemaluannya. Kumainkan lidahku di antara selangkangannya, Ningsih melenguh, terus kukulum-kulum kemaluannya, klitorisnya yang merah dan beraroma harum, tambah lama tambah merambah ke dalam lubang kemaluannya yang merah.
"Ogghh, Paahh, geliii.., terusss Pahh, ogghh, tapi jangan terlalu dalam Pahh..., saakiiit."
"Yaa, sayanggg", sambil terus lidah dan mulutku mengulum kemaluan dan kelentitnya yang mulai terasa agak asin karena cairan kemaluan Ningsih mulai keluar.
"Ogghh, Paah..., adduuhh, Paahh, gelii, Pahh, Mamah kayaak maauu... ogghh." Aku terus menjilati seluruh kemaluannya dengan membabi buta, kuhirup seluruh cairannya yang wangi itu, sekali-kali lubang pantatnya kujilati dan Ningsih menggelinjang dan merintih setiap kali kujilat pantatnya.

Penisku semakin tegang dan keras, urat-uratnya terlihat jelas menegang, aku tahan terus supaya tidak ejakulasi duluan. Aku ingin memuaskan Ningsihku yang tentunya baru merasakan kenikmatan surga dunia ini bersama lelaki yang dicintainya. "Paahh, eemmggghh.., teruss... Paahh, geellii..., oooggghh..., Pappaahh jaahhaatt!" aku masih saja terus melumat, memamah, menggigit-gigit kecil lubang kemaluan dan klitorisnya yang merah dan beraroma wangi, dan pantat Ningsih semakin cepat naik turun sepertinya mau agar lidahku semakin masuk ke lubang kemaluannya. "Paahh, naik Paahh, udaahh donnkk, Mamahh nggak tahaan", sambil menarik tanganku. Matanya terpejam ayam, buah dadanya yang putih, mulus dan mengkel terlihat naik turun. Aku menaiki badannya dan penisku yang sudah seperti besi terasa menggesek bulu kemaluannya dan menempel hangat disela-sela kemaluannya yang semakin basah oleh ludahku dan cairan vaginanya. Kuremas dan kuhisap buah dadanya, kukulum puting susunya yang merah muda, terasa sedap dan manis. Ningsih menggelinjang dan semakin melenguh. "Maahh, masukin yaa, penis Papah", dia mengangguk sambil tetap terpejam. Kubidikan penisku yang sudah keras itu kelubang kemaluannya, dan kujajaki sedikit-sedikit lubangnya, maklum Ningsih masih perawan, aku tak ingin menyakitinya. "PPPaahh, masukkaan cepatt... Mamah nggak tahan Paah aahh..." Kutancapkan penisku lebih dalam, Ningsih merintih nikmat, pantatku naik turun untuk mencari lubang kemaluannya yang masih belum tertembus penis itu, Ningsih terus menggoyangkan pantatnya naik turun sambil terus merintih. "Maahh, penis Papahh udahh masuukk, oogghh mahh, vaginanya lezat, menyedot-nyedottt. .. penis..." aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa, karena disamping Ningsih masih perawan, vaginanya juga punya keistimewaan yang sering disebut "empot-empot ayam" itu. Tambah lama, penisku tambah melesak jauh ke dalam vagina Ningsih dan ada beberapa tetes darah sebagai tanda keperawanannya diberikan kepadaku, boss-nya, kekasih barunya. Oh, betapa bahagianya hati ini. "Paahh, saakkiitt, Paahh, tapi enaak, oooggghh.. Paahh, terus, goyang paahh..., oooghh, cepeetiinn paahh..." Aku semakin mempercepat goyangan pantatku naik turun dan penisku sudah bisa masuk semuanya ke lubang kemaluan Ningsih. Aku bangun dan duduk sambil kupeluk Ningsih untuk duduk berhadap-hadapan dengan tidak melepaskan penisku. Ningsih duduk di pangkuanku dengan kaki melonjor ke belakang pantatku. Penisku terus menancap di vaginanya dan Ningsih mulai menaik-turunkan pantatnya. "Paahh, oggghh... pahh", sambil melumat bibirku dan menggigitnya. "mmaahh,oogghh, aememmhh... maahh, goyang terusss..., Papah mau keluarrrr." Ningsih semakin beraksi menaik turunkan pinggulnya yang bahenol dan putih bersih dan aku pun meladeninya dengan menaik-turunkan pantat dan penisku semakin kencang juga.
"Pppaahh... Papahh harus tanggung jawab yaa, kalau Ningsih hamil", ucapnya di sela-sela nafasnya yang semakin ngos-ngosan.
"Ningsiha... emmhhggg, sayang Pappaahh... biarin mengandung anak Papaah", manjanya. Aku mengangguk saja sebab aku sangat mencintainya.
"Paahh... oogghh... emmgghh... Ningsiha mauuu... keluaarrr... oomhh." "Papahh.. jugaa... sayanggg.... "jawabku sambil telentang agi sedangkan Ningsih tetap nongkrong berada di atas badanku dan vagina serta pantatnya naik turun semakin cepat melumat habis batang penisku.

"Paahh... Mamahh... oooghh... sssakittt, oooggghh... tapiii.. ennaakk", ketika kubalikkan badannya dan kutancapkan penisku dari belakang. Kugenjot terus penisku keluar masuk lubang kemaluannya sambil kuremas-remas pinggulnya yang mulus dan montok seperti gitar itu, Ningsih semakin merintih, aku juga semakin tersengal-sengal menahan nafasku dan penisku yang semakin liar. Waktu sudah berjalan sekitar 50 menit sejak kami masuk kamar. Kuat juga pikirku, mungkin berkat latihan yogaku yang cukup teratur, sehingga bisa menahan emosi dan cukup nafas. Aku memang rada jago juga dalam bermain asmara di ranjang.
"Terruusss.. . Paahh... eemmhh... ogghh... Paahh... Paahh, ggghh... Mamahh maaooo keluaarr... oogghh... bareng Paahh." Kucabut dulu penisku dan Ningsih kuminta untuk telentang kembali dan lantas kutindih lagi sebab aku ingin menatap dan menciumi wajah kekasihku ketika kami sama-sama ejakulasi. Kutancapkan kembali penisku ke vaginanya yang terlihat semakin memerah, kujilati dulu lendir-lendir di kemaluannya sampai lumat dan kutelan dengan nikmat. Dia menggeliat,
"Cepat dong masukan lagi penisnya Pah!" dan,
"Bbbleess", oh nikmat sekali rasanya vagina perawanku tercinta ini. Aku seperti di awang-awang, saling mencintai dan dicintai. Kugoyang terus pantatku semakin lama semakin kencang dan penisku keluar masuk vaginanya dengan gagah, Ningsih terus melenguh kenikmatan sambil tangannya memilin-milin puting susuku semakin membawa nikmat. Ningsih semakin menggila goyangannya mengimbangi keluar masuk penisku ke vaginanya, penisku terasa disedot-sedot dan dijepit dengan daging lunak yang ngepres sekali. Keringat kami semakin bercucuran dan semakin membangkitkan gairah cinta, kemudian tiba pada puncak gairah cinta dan surga dunia kami yang paling indah, paling berkesan sekali disaksikan laut kidul, dan kami berdua serempak berteriak dan mengejang, "Paahh... Maahh... oogghh... mauuu keluuuarrr.. . ogghh... baarrrreeengg. .. yuuu..., oooghh... sayaang." Kami sama-sama mengejang, mengerang, merengkuh apa pun yang bisa direngkuh, sebuah klimaks dua manusia yang saling mencintai dan baru dipertemukan, meskipun sudah agak telat karena aku sudah berkeluarga.

Sejak itu, aku terus memadu kasih kapan dan di mana saja (kebanyakan di luar kota) sampai Ningsih kawin dan keluar dari perusahaanku. Anak-anaknya adalah anak-anakku juga bahkan wajahnya mirip wajahku dan kadang-kadang kami masih bertemu memadu kasih karena kami tidak bisa melupakan saat-saat indah itu. Kapan akan berakhir perselingkuhan ini, kami tidak tahu sebab cinta kami sangat mendalam.

Ningsih telah keluar dari kantor cabang bank yang kupimpin di bilangan Slipi, karena dia dipaksa kawin dengan seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Namun sebagai anak yang patuh sama orang tua, terpaksa harus mengikuti keinginan orangtuanya dan ikut bersama suaminya setelah itu ke Bandung, karena suaminya bertugas di kantor pajak Jawa Barat. Sebulan sebelum menikah dia kuajak ke Singapore untuk operasi selaput dara, karena aku tidak ingin Ningsihku bermasalah dengan suaminya pada malam pengantinnya. Kami menginap di sebuah hotel di kawasan Orchard Road yang ramai dan penuh pertokoan selama tiga malam dan satu malam lainnya aku menungguinya di Rumah Sakit Elizabeth yang terkenal dan langsung ditangani oleh dr. Lie Tek Shih, spesialis operasi plastik, kenalan lama saya. Malam sebelum operasi selaput dara, kami menumpahkan seluruh kasih sayang semalam suntuk di hotel bintang empat itu, dan malam itu merupakan malam yang ke 24 (karena Ningsih rajin mencatat setiap pertemuan kami) kami memadu kasih dan terlarut dalam kebersamaan yang tiada tara sejak yang pertama di "Samudera Beach" Pelabuhan Ratu.

"Papah", Ningsih bersender manja di dadaku di kamar hotel itu.
"Apa sayang?" jawabku sambil mencium rambutnya yang harum.
"Mamah... Mamah nggak mau kawin dan meninggalkan Papah", rengeknya manja.
"Memangnya kenapa sayang?" jawabku sambil mengusap sayang payudaranya yang putih ranum.
"Mamah nggak cinta sama calon suami pilihan Bapak, lagi pula Mamah nggak mau meninggalkan Papah sendirian di Jakarta." Matanya terlihat mulai berkaca-kaca, "Mamah sangat sayaang sekali sama Papah, Mamah cintaa sekali sama Papah, Mamah tak rela tubuh dan segala milik Mamah dijamah dan dimiliki orang lain selain Papah, achh... kenapa Tuhan mempertemukan kita baru sekarang? setelah Papah punya isteri dan anak?" Ningsih terus bergumam sambil membelai dadaku dan sesekali mempermainkan puting susuku yang semakin keras.

"Mahh, sudahlah, itu sudah diatur dari sananya begitu, kalau dipikir, Papah pun nggak rela kamu dijamah laki-laki lain, Papah tak kuasa membayangkan bagaimana malam pengantinmu nanti, tapi semuanya sudah akan menjadi kenyataan yang tidak mungkin kita robah." Aku menciumi seluruh mukanya dengan segenap kasing sayang, seakan kami tidak ingin terpisahkan, air mata kami berlinangan campur menjadi satu dalam kesenduan dan kemesraan yang tak pernah berakhir setiap kali kami memadu kasih.

"Papaahh, nikmatilah Ningsihmu sepuasmu Pahh, sebelum orang lain menjamah tubuhku." Ningsih menarik tanganku ke buah dadanya dan merebahkan badannya ke kasur empuk sebuah double-bed. Aku beringsut mendekatinya, sambil kurebahkan badanku di samping tubuhnya yang putih mulus dan seksi itu. Kuusap-usap penuh mesra dan kasih sayang buah dadanya yang putih ranum dengan putingnya yang merona merah. Kujulurkan mulut dan lidahku ke puting buah dada kirinya yang menurutnya cepat membuat rangsangan berahinya timbul.

"Paahh..., gelliii... sayaang... oooggghh, Paahh..., naikin Mamaahh... Paahh..." Matanya merem ayam dan dadanya semakin turun naik.
"Iyyaa, yaanng..." aku segera menindihi badannya, dan penisku mulai kembali tegang. Tiba-tiba Ningsih membalikkan badannya dan mendadak merenggangkan kedua kakiku. Tak sampai satu menit, Ningsih sudah mengulum penisku yang semakin mengeras dan mengkilat kepalanya sampai batangnya amblas semua ke dalam mulutnya.
"Oogghh, Paahh, sudah assiiinnn, Papah sudah ngiler nih, tapi nikmat kok, Mamah suka?" Aku semakin merem melek,
"Ogghh, Mmaahh, geellii, sayaang, nikmaatt, ogghh." Ningsih mengenyot biji pelirku dan menggigit-gigit sayang, hingga aku menggelinjang geli dan nikmat. Ningsih memang pintar, hebat, telaten dan cantik. Aku terkadang tak suka dan tak rela dia nanti ditiduri dan dijamah lelaki lain, walaupun itu suaminya. Aku terpikir untuk menggodanya.
"Mah, apa nanti suamimu juga dijilati begini?" Ningsih berhenti melumat dan menjilat penis dan buah pelirku sejenak. Matanya mendelik dan mencubit pantatku keras sekali.
"Jangan menyakiti hati Mamah ya Pah, Mamah sumpah nggak akan seperti ini, seperti main sama Papah, meskipun nanti lelaki itu resmi jadi suamiku", Ningsih iseng mengusap-usap penisku penuh sayang sambil nyerocos lagi.
"Percaya dech pah, Ningsih cuma cinta sama Papah, paling-paling kalau main nanti sama dia sekedar karena kewajiban, biar saja kayak gedebong pisang."
"Benar ya Mah, Papah nggak rela kalau kamu main sama dia dirasain, terus ikut goyang dan melenguh, Papah pasti merasakannya" , kataku menimpali.
"Nggak bakal sayang, Mamah hanya manja dan menikmati semua kalau ngewe sama Papah, percaya dech sayang." Ningsih kembali naik di atas badanku dan penisku terus diusap-usapnya dan sesekali dikocoknya persis di bagian kepalanya, sehingga langsung tegang dan berdiri perkasa menampakkan otot-ototnya. Ningsih mengangkat sedikit pantatnya ke atas dan menyelipkan penisku yang semakin perkasa ke lubang kemaluannya yang mulai basah dan licin. Penisku nggak begitu panjang memang, paling sekitar 15 sentimeter, tapi kerasnya seperti besi, dan Ningsih selalu menikmati klimaks dengan sangat bahagia bahkan bisa berkali-kali klimaks dalam setiap kali berhubungan denganku. Pantatnya mulai bekerja naik turun dan pantatku juga mengimbanginya dengan menekan-nekan ke atas, sehingga Ningsih semakin merem melek keasyikan. "Ppaahh, aagggghh... terus teken sayaang... Mamaahh eennnaakk adduuhh Paahh.., oogghh.., Mamaahh, cintaa.. yaangg..." Selalu saja Ningsih nyerocos mulutnya kalau lagi keasyikan vaginanya melumat penisku. Vaginanya mulai lagi menyedot-nyedot penisku dengan "empot ayamnya" yang tak bisa kulupakan.

"mmaahh.... ooogghh... aduuhh, Maahh, nikmaat, sayaang.. teruuuss Maahh, goyaanng." Aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kuremas-remas buah dada dan putingnya, hingga dia kegelian dan semakin kencang menaik-turunkan pantatnya, sampai bunyi gesekan penis dan vaginanya semakin terdengar. Ningsih membalikkan badannya dan membelakangiku tapi dengan posisi tetap di atas tubuhku tanpa mengeluarkan penisku dari kemaluannya. Aku paling bernafsu kalau melihat pantat Ningsih yang putih mulus dan bahenol turun naik di depan mataku sambil vaginanya terus menghisap-hisap batang penisku sampai amblas semuanya ke dasar kemaluannya. Tiba-tiba, "Pppaahh, oggghh, Papaahh, Mamahh maooo keluaarr.... ooghh... Papaahh... aa.. aa... aagghh aaggghh, Mamaahh duluaannn Pahh...." Ningsih terkulai lemas sambil menyubit keras pantatku dan berbalik kembali menindih tubuhku, sambil memegang penisku yang masih berdiri tegak dan belepotan lendirnya. "Bandel nich... ayo cepeten masukin lagi, Mamah yang di bawah!" perintahnya manja sambil menciumi wajahku. Kedua tubuh kami mandi keringat, rasanya puas sekali setiap bersetubuh dengan Ningsihku sayang.
Aku tersenyum puas, aku memang nggak egois, biar Ningsihku dulu yang terkulai lemas menikmati klimaksnya, aku bisa menyusul kemudian dan Ningsih selalu melayaniku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Kubalikkan tubuhnya, kujilati dengan kulumat lendir-lendir di vaginanya, kujilat, kugigit sayang klitoris dan vaginanya, dia menggelinjang kegelian. Kutelan semua lendir Ningsihku, sementara itu penisku masih berdiri tegak.

"Cepat masukin penisnya sayang, Mamah mau bobo nich.., lemas, ngantuk", kicaunya. Setelah kubersihkan vaginanya dengan handuk kecil, kumasukkan lagi penisku, aduh ternyata lubang vaginanya menyempit kering lagi, menambah nikmat terasa di penisku.
"Mmaahh, eennaak... Maahh, oogghh, sempit lagi Maahh..." sambil terus kutekan ke atas dan ke bawah penisku.

Aku sedikit mengangkat badanku tanpa mencabut penisku yang terbenam penuh di vagina Ningsih, kemudian kaki kanan Ningsih kuangkat ke atas dan aku duduk setengah badan dengan tumpuan kedua dengkulku. Ningsih memiringkan sedikit badannya dengan posisi kaki kanannya kuangkat ke atas. Dengan posisi demikian, kusodok terus penisku ke luar dan ke dalam lubang vaginanya yang merah basah. Ningsih mulai melenguh kembali dan aku semakin bernafsu menusukkan penisku sampai dasar vaginanya. "Ooggghh, Maahh, ooogghh.. nikmat sekali sayang", lenguhku sambil memejamkan mataku merasakan kenikmatan vagina Ningsih yang menyut-menyut dan menyedot-nyedot. "Paahh.. Mamah enaak lagi, ooogghh... Paahh", dia mulai melenguh lagi keenakan. Aku semakin bersemangat menusukkan penisku yang semakin tegang dan rasanya air maniku sudah naik ke ujung penisku untuk kusemburkan di dalam kemaluan Ningsih yang hangat membara. Kubalikkan tubuhnya supaya tengkurap dan dengan bertumpu pada kedua dengkulnya aku mau bersenggama dengan doggy style, supaya penisku bisa kutusukkan ke vaginanya dari belakang sambil melihat pinggul dan pantatnya yang putih dan indah. Dalam posisi senggama menungging begitu, aku dan Ningsih merasakan kenikmatan yang sangat sempurna dan dahsyat. Apalagi aku merasakan lubang vaginanya semakin sempit menjepit batang penisku dan sedotannya semakin menjadi-jadi. "Paahh... teruuuss genjoott.. Paahh..." Ningsih mulai mengerang lagi keenakan dan pantatnya semakin mundur maju sehingga lubang vaginanya terlihat jelas melahap semua batang penisku. "Blleesss, shhoottt... bleesss... srooottt, sreett crreeckkk... " gesekan penisku dan vaginanya semakin asyik terdengar bercampur lenguhan yang semakin nyaring dari dua anak manusia yang saling dilanda cinta.

"Maahh, ooggghh... adduuuhh, Yaangg... emghh, Papah enaakk, ooghh!" aku tergoncang-goncang dan dengkulku semakin lemas menahan kenikmatan dan nafsuku yang semakin menggelegak. Sementara itu keringatku semakin bercucuran membasahi kasur meskipun AC cukup dingin di kamar hotel itu.

"Paahh, ooogghh, teruuusss tusuuk Paahh..." Ningsih merintih-rintih ke asyikan, kelihatannya akan klimaks lagi. Rupanya Ningsih nggak mau tahu kalau posisi persetubuhan saat itu akan berakhir 2-1 untuk kemenanganku, dan entah akan menghasilkan skor berapa sampai pagi hari nanti, soalnya mumpung ketemu sebelum dia dikawinkan. Ningsih memintaku untuk telentang lagi dan sementara dia berada jongkok di depanku, sehingga vaginanya yang merah basah sampai ke bulu-bulunya terlihat jelas di depan mataku. Aku memberi kode agar Ningsih mendekatkan vaginanya ke mukaku. Sesaat kemudian vaginanya sudah ditindihkan di mulutku dan kulumat habis cairan asin bercampur manis yang ada di selangkangan dan mulut vagina dan bulunya. Kujilati habis dan kutelan dalam-dalam. Ningsih melenguh keasyikan sambil menggoyangkan pinggulnya ke atas ke bawah dan membenamkan vaginanya ke mukaku.

"Paahh..., ooghh, Paahh..., nikmaatt, yaangg... teruusss, aduuuhh..., ooggghh, eemmhh, gilaa..., emmhh", mulai ramai lagi dia dengan lenguhannya yang semakin menambah semangatku untuk terus melumat, menjilat, menggigit-gigit kecil kemaluan dan klitorisnya, lidahku terus menggapai-gapai ke dalam kemaluannya dan sesekali menjilat lubang pantatnya, sehingga dia menggeliat dan melenguh keenakan. Lenguhan Ningsih kalau sedang senggama itu tak bisa kulupakan sampai saat ini.

Ningsihku adalah isteriku yang sesungguhnya, meskipun secara resmi tidak dapat dilakukan karena keadaan kami masing-masing. Terkadang kami bingung apakah cinta kasih kami akan terus tanpa akhir sampai takdir memisahkan kami berdua? Ningsih kembali kuminta celentang, karena sudah kebiasaanku kalau aku klimaks harus melihat wajahnya dan mendengar lenguhannya di depan mataku, dan rasanya semua perasaan cintaku dan spermaku tumpah ruah di dalam vaginanya kalau aku ejakulasi sambil berada di atas tubuhnya yang mulus montok, terkadang sambil meremah buah dadanya yang putih padat.

Kumasukkan lagi segera penisku yang sekeras besi dan berwarna coklat mengkilap itu kelubang vaginanya, "Blleeeessss. " Aku sudah tak tahan lagi menahan gumpalan spermaku di ujung penisku. Kugenjot penisku keluar masuk vaginanya sampai ke ujung batang penisku, sehingga rambut kemaluan kami terasa bergesekan membuat semakin geli dan nikmat rasanya. Kuangkat kaki kanan Ningsih ke atas, sehingga aku semakin mudah dan bernafsu memaju mundurkan pinggulku dan penisku, Ningsih meringis dan melenguh keenakan. "Paahh... teruuss Paahh... oogghh, penis Papah eaakk... ooggghh, eeemmhh... emmhh... aduuuhh." Keringat kami semakin bercucuran membasahi sprei, masa bodoh sudah bayar mahal ini. Aku semakin bernafsu menyodok dan menarik batang penisku dari vagina Ningsih yang semakin licin tapi tetap sempit seperti perawan.

"Oooggghh... Maahh... ooggghh... Maahh... ikut goyang dong Sayaang..., oooghh... Papaahh maauu keluuuaarr.. ." aku semakin gila saja dibuatnya, keringat semakin bercucuran, nikmat dan nikmat sekali setiap bersetubuh dengan Ningsihku sayang. Air maniku rasanya tinggal menunggu komando saja untuk disemprotkan habis-habisan kelubang vagina Ningsih. "Paahh, aduuuhh, bareng yuuu.. Paahh... Mamah mmoo keluaarr lagi", Ningsih minta aku menindihnya dan menciumnya. Segera kutimpa dia dari atas sambil melumat mulut, bibir dan lidahnya. "Ooogghh... yuu... baraeeng.. Paahh... aiiaaogghh.. . aduhh.. yuu Maahh.. Paahh..." badan kami saling meregang, berpelukan erat seakan tak mau lepas lagi. Air maniku kusemprotkan dalam-dalam ke lubang vagina Ningsih, rasanya nggak ada lagi tersisa. Kami terkulai lemas dalam pelukan hangat dan puas sekali. Sesekali penisku kutusukan ke dalam vaginanya, Ningsih menggelinjang geli dan melenguh "Paahh... udaahh... Mamahh geli..." matanya terpejam puas. Kuciumi dia, kubersihkan lagi vaginanya dengan jilatan lidah dan mulutku, ketimbang pakai handuk. Vaginanya tetap harum, manis dan wangi laksana melati.

Sepulang dari Singapore, aku dan Ningsih masih selalu bertemu di beberapa motel di Jakarta dan sekitar Botabek. Aku seakan tidak rela melepas kekasihku untuk dikawinkan dengan lelaki lain. Tapi memang tidak ada jalan lain, sebab meskipun Ningsih telah menyatakan keikhlasannya untuk menjadi isteri keduaku, namun aku juga sangat cinta keluarga terutama anak-anakku yang masih butuh perhatian. Ningsih sangat maklum hal itu, namun dia juga tidak bisa menolak keinginan orangtuanya untuk segera menikah mengingat hal itu bagi seorang wanita adalah sesuatu yang harus mempunyai kepastian karena usianya yang semakin meningkat. Waktu itu Ningsih sudah berusia hampir 26 tahun dan untuk wanita seusia itu pantas untuk segera berumah tangga.

Tanpa terasa hari pernikahan Ningsih sudah tinggal tersisa satu bulan lagi, bahkan undangan pesta pernikahan sudah mulai dicetak, dan dia membeNingsihhukan aku bahwa resepsi pernikahannya akan diselenggarakan di Balai Kartini. Hatiku semakin merasa kesepian, dari hari ke hari aku semakin sentimentil dan sering marah-marah termasuk kepada Ningsih. Aku begitu tak rela dan rasanya merasa cemburu dan dikalahkan oleh seorang laki-laki lain calon suami Ningsih yang sebenarnya tidak dia cintai. Tapi itulah sebuah kenyataan pahit yang harus kutelan. Itulah adat ketimuran kita, adat leluhur dan moyang kita. Barangkali kalau aku dan Ningsih hidup di sebuah negara berkebudayaan barat, hal ini tidak bakalan terjadi, sebab Ningsih bisa menentukan pilihannya sendiri untuk hidup bahagia bersamaku di sebuah flat tanpa bisik-bisik tetangga dan handai-taulan di sekitar kita.

Tanpa terasa pula aku sudah menjalin cinta dan berhubungan intim dengan Ningsih hampir empat tahun lamanya, seperti layaknya suami isteri tanpa seorang pun yang mengetahui dan hebatnya Ningsih tidak sampai mengandung karena kami menggunakan cara kalender yang ketat sehingga kami bersenggama jika Ningsih dalam keadaan tidak subur.

Pada suatu sore, Ningsih meneleponku minta diantarkan untuk mengukur gaun pengantinnya di sebuah rumah mode langganannya di kawasan Slipi. Kebetulan aku sedang agak rindu pada dia. Kujemput dia di sebuah toko di Blok M selanjutnya kami meluncur ke arah Semanggi untuk menuju ke Slipi. Di mobil dia agak diam, tidak seperti biasanya.
"Ning, kok tumben nggak bersuara", kataku memecah hening.
Dia menatap mukaku perlahan, tetap tanpa senyum. Air matanya terlihat samar di pelupuk matanya.
"Mah, kenapa sayang? kok kelihatannya bersedih", kataku sekali lagi.
Dia tetap menunduk dan air matanya mulai meluncur menetes di tanganku yang sedang mengelus mukanya.
"Bertambah dekat hari pernikahanku, aku bertambah sedih Pah", ujarnya.
"Mamah membayangkan malam pengantin yang sama sekali tidak Mamah harapkan terjadi dengan lelaki lain. Sayang sekali kamu sudah milik orang lain. Kenapa kita baru dipertemukan sekarang?" Ningsih berceloteh setengah bergumam. Aku merasa iba, sekaligus juga mengasihani diriku yang tidak mampu berbuat banyak untuk membahagiakannya.

Kugenggam tangannya erat-erat seolah tak ingin terlepaskan. Tanpa terasa, mobilku sudah memasuki pekarangan rumah mode yang ditunjukan Ningsih. Hampir setengah jam aku menunggu di mobil sambil tiduran, mesin dan pendingin mobilku sengaja tak kumatikan. Laser disk dengan lagu "Love will lead you back" mengalun sayup menambah suasana sendu yang menyelimuti perasaanku. Aku dikejutkan Ningsih yang masuk mobil dan membanting pintunya. Setelah berada di jalan raya kutanya dia mau ke mana lagi dan dia menjawab terserahku. Kuarahkan mobilku kembali ke jembatan Semanggi dan belok kiri ke jalan Jenderal Sudirman dan masuk ke Hotel Sahid. Sementara aku mengurus check-in di Reception Desk, Ningsih menungguku di lobby hotel. Kemudian kami naik lift menuju kamar hotel di lantai dua.

"Pah, Mamah serahkan segalanya untukmu, Mamah khawatir sebentar lagi Mamah dipingit, nggak boleh keluar sendirian lagi, maklum tradisi kuno kejawen masih ketat." Tanpa malu-malu lagi karena kami memang sudah seperti suami isteri, dia membuka satu persatu pakaian yang melekat di badannya sehingga kemontokan tubuhnya yang tak bisa kulupakan terlihat jelas di hadapanku. Tanpa malu-malu pula dia mulai memelorotkan celana panjang sampai celana dalamku, sehingga batang penisku yang masih tiduran terbangun. Tanpa menungguku membuka baju dan kaus singlet, Ningsih sudah membenamkan batang penisku ke mulutnya dan melumatnya dalam-dalam. Aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa dan batang penisku mulai mengembang besar dan keras seperti besi.

"Ogghh... Maahh..., isep terus yaang oooghh, aduuuuhh... gelli", aku mulai melenguh nikmat dan Ningsih semakin cepat mengulum penisku dengan memaju-mundurkan mulutnya, penisku semakin terasa menegang dan aliran darah terasa panas di batang penisku dan Ningsih semakin semangat melumat habis batang penisku. "Oggghh, Paahh, enaakkk asiiin.. Paahh." Wah, batang penisku makin terasa senut-senut dan tegang sekali rasanya cairan spermaku sudah berkumpul di ujung kepala penisku yang semakin merah mengkilat dikulum habis Ningsih. Aku minta Ningsih menghentikan hisapannya dulu, kalau tidak rasanya spermaku sudah mau muncrat di mulutnya.

"Ooogghh, Maahh, sudah dulu doong, Papaahh moo... keluaar!" Ningsih menuruti eranganku dan beranjak rebah dan telentang di tempat tidur. Aku mengambil nafas dalam-dalam untuk menahan muncratnya spermaku. Aku ikut naik ke tempat tidur dan kutenggelamkan mukaku ke tengah selangkangannya yang mulus putih tiada cela tepat di depan kemaluannya yang merekah merah. Kujulurkan lidahku untuk kemudian dengan meliuk-liuk memainkan kelentitnya, turun ke bawah menjilat sekilas lubang pantatnya. Ningsih melenguh kegelian dan mulai menaik-turunkan pantatnya yang putih dan gempal.

Kutarik ke atas lidahku dan kujilat langit-langit vaginanya yang mulai basah dan terasa manis dan asin. Kutegangkan lidahku agar terasa seperti penis, terus kutekan lebih dalam menyapu langit-langit vagina Ningsih. Ningsih semakin memundur-majukan pinggulnya sehingga lidahku menembus lubang vaginanya semakin dalam. Aku sebenarnya ingat bahwa hasil operasi selaput daranya tempo hari di Singapore bisa jebol lagi, tapi aku tak peduli kalau kenikmatan bersenggama dengan Ningsih telah memuncak ke ubun-ubunku. "Paahh... ooghh... wooowww... ooghh.. paahh, terus paahh... enaakkk... paahh lidahnya kayaak kontoooll... " Goyangan pinggul Ningsih semakin menggila, aku pun tambah semangat membabi buta memainkan lidah dan mulutku melumat habis vagina dan klitorisnya sampai cairan Ningsih semakin banyak mengalir. Kuhisap dan kutelan habis cairan vagina Ningsih yang asin manis itu sehingga lubang vaginanya selalu bersih kemerahan. Ningsih terus menyodok-nyodokkan vaginanya ke mukaku sehingga lidahku terbenam semakin dalam di lubang vaginanya, sampai mulai terasa pegal rasanya lidahku terus kutegangkan seperti penis. "Paahh... sudah naik sayaang, Mamah sudah nggak tahan, masukkan penisnya sayang." Ningsih menarik tanganku ke atas supaya aku segera menaikkan badanku di atas badannya.

Penisku memang sudah terasa panas dan tegang sekali. Ningsih tak sabar memegang penisku dan menuntunnya ke lubang vaginanya yang sudah basah karena lendir kemaluan bercampur ludahku. Maka "bleeess", "Ogghh... Paahh... tekan terus sayaang, Mamah udaahh rinduu... oogghh emmgghh... Paah... terus goyaag sayaang.... ooghh.." Pantat Ningsih mulai bergerak naik turun dengan liar dan penisku sebentar masuk sebentar keluar dari lubang vaginanya yang menyedot-nyedot lagi. Kunaikkan kaki kanannya dan dengan posisi setengah miring dan posisiku setengan duduk aku sodok vagina Ningsih dari belakang. Aku semakin bernafsu kalau melihat pantat dan pinggul Ningsih yang putih. Penisku semakin ganas dan tegang menyodok mantap vaginanya dari belakang.

Ningsih membalikkan tubuhnya sehingga menungging membelakangiku dan penisku tak kucabut dari vaginanya. "Paahh.. teruuss dooong, Mamaah nikmaa... ogghh... teruuusss... sodoook sayaang... ogghh... Paahh.... aaoggghh... uuuggghh..." Pantatnya semakin menggila mundur maju dan aku pun semakin menggila menyodokkan penisku sampai rasanya mau patah. Memang setiap senggama sama Ningsih rasanya habis-habisan. Kutumpahkan semua kemampuan dan keperkasaanku untuk membahagiakan Ningsihku. Dia pun demikian, tidak ada yang tersisakan kalau kami bersenggama. Harus habis-habisan supaya puas. Keringat kami membanjiri sprei hotel seperti habis mandi.

"Mmaahh... oooghh, teruuusss goyaang... oooggghh.. Maahh... Papaahh mooo keluaarr... gila Maahh... vaginanyaa.. . oooghh... nikmaat... sekalii..." Aku mulai ribut dan Ningsih melenguh semakin panjang. Mungkin tamu kamar sebelah mendengar lengkingan dan lenguhan kami.

Masa bodoh! "Pahh... emmghh... oogghh... Paapaahh... adduuuhh.. Paahh... adduuhh... Mamaahh... mmooo kelluuaarr.. . emmggg... addduhh... Paahh aduuhh... Paahh... adduuhh", Kugenjot terus penisku keluar masuk, vagina Ningsih yang semakin banjir dengan cairan vaginanya, terus kugenjot penisku sampai pegel aku tak peduli. Keringat kami terus membanjiri sprei.

Kuminta Ningsih telentang kembali karena dengkulku mulai lemas. Dia tersenyum sambil tetap memejamkan matanya. Oh, cantiknya bidadariku, rasanya ingin kukeluarkan seluruh isi penisku untuknya. Ningsih baru sadar bahwa hasil operasi selaput daranya mungkin jebol lagi. Ningsih bilang masa bodoh, yang penting semuanya telah diberikan buat Papah. Biar saja suaminya curiga atau marah atau bahkan kalau mau cerai sekalipun kalau tahu dia nggak perawan lagi. Kali ini kami nggak menunggu waktu ketika Ningsih sedang tidak subur, karena Ningsih ingin mengandung anakku dan orang tidak akan curiga karena Ningsih akan punya suami. Memang kasihan nasib suami Ningsih nanti, tapi bukan salah kami karena dia merebut cinta kami, ya kan ?

"Cepat pah masukan lagi ach... jangan mikirin orang lain!" Tuh kan betapa dia nggak ambil peduli tentang hari pernikahannya dan calon suaminya, sebab bagi dia akulah suami sesungguhnya dalam hati sanubarinya. Bleess..., "Ooogghh... Paahh, enaak... Paahh... aaoogghh.. uuhhgg.. uuughh... genjot terus Paah", Aku tekan penisku sekuat-kuatnya sampai tembus semuanya ke lubang paling dalam vaginanya sampai terasa mentok. "Ooogghh... mmaahh... nikmaattt... istrikuu... sayaangg... oooggghh... aagghh... eemmgghh..." aku setengah berdiri lagi dengan tumpuan ke dua dengkulku dan kurenggangkan kedua kaki Ningsih, kusodokkan terus penisku keluar masuk vaginanya, bleeesss... sreeett... blleeess... sreeet..., vaginanya menimbulkan suara yang semakin memancing gairah kami berdua. Ningsih memejamkan dan mengigit-gigit bibirnya dan mencakar-cakar punggung dan tanganku ketika mulai meregang.

"Ooooggghh.. . Paappaahh... emmggg... ooggghh... aduuuhh... Mamaah moo keeluuuuarr. . oooghh.. Paahh... teruuuss... saayyaang, keluuaarriiinn barreenng oogghh",
"Hayyyoo... Maahh... oogghh... hayoo... baarr... ooghh... reenng... Maahh... ooooghh", teriakanku tak kalah serunya. Kami menggelepar, meregang, mengejang bersama-sama, serasa nafasku mau copot dan Ningsih melenguh panjang sambil merasakan cairan air maniku tertumpah ruah di lubang kemaluannya, terasa nikmat dan hangat katanya. Biasanya sehabis merasakan klimaks yang sangat dahsyat Ningsih selalu memukul dan mencubit sayang badanku, terus kelelahan mau tidur sehingga terbaring lunglai dengan keringat bercucuran. Aku selalu memeluk dan menciumi keningnya, hidungnya, mulutnya, rambutnya sampai ke pantatnya, biasanya dia menggelinjang dan marah-marah karena geli. Jika Ningsih sudah terpuaskan dan tertidur, aku rasanya lelaki yang sangat berbahagia di dunia ini. Sekian dulu (Akan kusambung setelah Ningsih kawin seminggu, tambah seru deh!).
Telah seminggu Ningsih menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Resepsi pernikahannya di Balai Kartini cukup meriah, dan aku datang dengan isteriku untuk menyampaikan selamat. Ketika aku menyalaminya, dia tertegun dan terasa agak kikuk dan serba salah, aku pun merasakan hal yang sama. "Terima kasih ya Pak", katanya hampir tak terdengar. Di hatiku berkecamuk seribu macam pikiran, tapi kuusahakan untuk tetap wajar. Ningsihku begitu cantik dan anggun dengan pakaian pengantinnya. Aku membayangkan bahwa sebentar lagi Ningsih kekasihku, isteriku, yang beberapa tahun telah memadu cinta denganku akan menjadi isteri orang.

Meskipun kutahu bahwa dia tetap mencintaiku, tapi secara resmi dia akan menjadi isteri orang lain, tentu tidak akan sebebas dulu ketika dia masih single. Sebentar lagi Ningsih akan tidur berdua-duaan dengan lelaki lain, mungkin untuk selamanya, karena aku pun tak ingin dia menjadi janda dan kalau Ningsih menjadi janda tentu akan menjadi gunjingan orang. Tidak, aku tak rela Ningsihku menjadi gunjingan orang. Sekilas aku berpikir untuk mengakhiri saja hubunganku dengan Ningsih, karena dia telah menjadi isteri orang, tapi apakah bisa semudah itu aku melupakannya? Dunia rasanya sepi dan kejam, dan aku melangkah gontai meninggalkan pesta perkawinannya yang masih penuh tawa dan canda teman-teman dan keluarganya.

Beberapa hari setelah pernikahannya aku membenamkan diri dengan pekerjaanku, siang dan malam kusibukkan diriku dengan pekerjaan dan mengurus anak-anaku. Aku tak mau membayangkan, dan memang tak sanggup membayangkan sedang apa Ningsih beberapa hari setelah pernikahannya. Aku cemburu, marah, masgul, gundah jika membayangkan dirinya sedang bersenang-senang dengan suaminya yang tentunya sudah tak sabar ingin menikmati kemontokan dan kemulusan tubuh Ningsih, yang sudah resmi jadi isterinya. Aku membayangkan Ningsih telanjang bulat bersama suaminya, manja, bersenggama bebas tanpa takut oleh siapapun dan melenguh mesra seperti ketika bersenggama denganku.

Tiba-tiba aku sangat benci padanya, aku menganggap Ningsih nggak setia padaku, Ningsih telah mengkhianati cintaku, buktinya dia mau saja digilir oleh lelaki lain. Apakah itu yang namanya cinta dan kesetiaan? Aku bertekad untuk menjauhinya mulai sekarang, dan aku tak akan menerima teleponnya. Ningsih memang berjanji akan meneleponku paling lambat satu minggu setelah dia menikah dan sebelum ikut suaminya pindah ke Bandung.

Tidak! aku tak akan menerimanya jika dia meneleponku, biar dia tahu rasa, aku tak mau bekas orang lain. Benar saja, pada hari kelima setelah kawin dia meneleponku.
"Pak, ada telepon", kata sekretarisku yang baru, pengganti Ningsih.
Anehnya, meskipun dia berparas lumayan, aku tak tertarik sama sekali dengan sekretaris baruku itu. Aku memang bukan type "hidung belang" yang sekedar mau iseng bercumbu dengan perempuan. Aku hanya jatuh hati dua kali seumur hidupku, kepada isteriku dan kepada Ningsih.
"Pak, kok melamun, ada telepon dari Ibu Ningsih, katanya bekas sekretaris bapak", sekretaris baruku kembali mengagetkan lamunanku.
"Ooh.. ya... ya.. sebentar Reni..., emh.. dari siapa? Ningsih? bilang saja Bapak sedang ke luar kantor ya!" aku mengajari dia bohong.
"Lho, Pak, kenapa? kan kasihan Pak, katanya penting sekali, dan besok Ibu Ningsih mau pindah ke Bandung"
Reni, sekretaris baruku itu mulai mendesakku untuk menerima saja telepon Ningsih itu. Aku sejenak merasa bingung, aku rasanya masih benci tapi juga sangat rindu sama Ningsih, apalagi kata Reni besok akan jadi pindah mengikuti suaminya yang bekerja di Bandung.

Setelah berfikir sejenak... "OK, Reni, sambungkan ke sini!" dan aku agak gugup untuk kembali berbicara dengan Ningsih, untuk kembali mendengar suaranya, Ningsih yang sekarang sudah menjadi isteri orang lain.
"Hallooo..., siapa nich?", kataku agak malas.
"Papah, ini Ningsih Pah, Papah kok gitu sih?" jawab Ningsih di ujung sana.
"Oh, Nyonya Prayogo, saya kira Ningsih Prameswara kawanku", kataku menggoda.
"Nggak lucu ah..., Mamah sekarang tanya serius, apa Papah mau nemui Mamah nggak sebelum besok Mamah pindah ke Bandung?", jawabnya lagi setengah mengancam. Aku bingung juga ditanya begitu, sebab jauh di dalam hatiku sebenarnya aku rindu berat sama Ningsih, tapi kebencian dan kekesalan masih menempel erat di benakku.

Beberapa jenak, aku nggak bisa menjawab sampai Ningsih nyerocos lagi.
"Mamah ngerti, Papah masih kesal dan benci sama Mamah, tapi kamu kan sudah setuju kalau Mamah terpaksa harus kawin, demi kebaikan hubungan kita dan demi menjaga nama baikmu juga. Papah, dengar! Mamah sudah seminggu nggak menstruasi lagi sampai sekarang. Ingat hubungan kita di Hotel Sahid terakhir kali? Sudahlah, nanti Mamah ceNingsihkan lebih lengkap, sekarang mau nggak jemput Mamah di toko biasa di Blok M? Soalnya mumpung si Yudi pulang agak larut malam" Nama suaminya memang Yudi Prayogo dan hanya selisih dua tahun dengan Ningsih, katanya sih ketemu di kursus Inggris LIA.

Hatiku mulai melunak mendengar pengakuannya dan serta merta aku menyetujui untuk menjemputnya di Blok M. Aku memarkir mobilku di tempat parkir yang agak memojok dan sepi, maklum kami harus semakin berhati-hati, karena Ningsih sudah menjadi isteri orang. Ningsih segera hafal melihat mobilku dan setelah Ningsih duduk di sampingku, segera kukebut lagi keluar Blok M menuju ke utara melewati Sisingamangaraja, Sudirman, naik jembatan Semanggi terus memutar ke jalan Jenderal Subroto dan dengan cepat masuk ke halaman parkir Hotel Kartika Chandra. Ningsih terlihat lebih cantik, sedikit gemuk dan tambah bersih dan putih mukanya. Rambut dan bulu-bulu halus di sekitar jidatnya terlihat hilang, mungkin karena dikerok oleh perias pengantinnya.

Dia mengenakan celana panjang merah dan T-Shirt putih kembang-kembang ditutupi blazer warna hitam. Terlihat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Banyak yang nyangka dia keturunan Tionghoa, padahal Jatul. Tahu jatul? Jatul itu "Jowo Tenan" atau "Jawa Tulen". Ibunya dari Purwokerto dan bapaknya dari Surakarta , katanya sih masih kerabat Kesultanan Surakarta, masih trah langsung Raja Paku Bowono. Setelah check-in sebentar, aku sudah berdua-dua dengan Ningsih di kamar hotel, dan untuk pertama kalinya aku berduaan dengan isteri orang. Ada perasaan berdosa menyelinap di hatiku. Tapi semuanya menjadi hilang karena betapa besarnya cintaku pada Ningsih. Juga sebaliknya, jika Ningsih tak mencintaiku, mana mungkin dia beReni bertemu dengan lelaki lain padahal dia baru kawin lima hari lalu?

"Papah, Ningsih sedang mengandung janin anakmu, biasanya tanggal lima minggu lalu Mamah menstruasi ternyata nggak keluar sampai sekarang", Ningsih menambahkan keterangannya tadi di telepon, dan aku semakin cinta dan sayang rasanya. Tapi tetap saja ingin menggodanya dan mengetes cintanya padaku.
"Oh, ya, hampir lupa, gimana dong bulan madunya kemarin, ceNingsihin dong Ning! pasti seru dan rame dengan lenguhan. Dan apa suamimu nggak ribut tanya perawanmu kaya Farid Hardja?" Ningsih mendelikkan matanya dan mencubit pahaku keras sekali.
"Percaya atau tidak terserah Papah, yang pasti nggak ada lenguhan, nggak ada goyangan, persis kaya gedebong pisang. Si Yudi memang sempat marah-marah karena mungkin Mamah ternyata begitu dingin dan nggak gairah. Tapi memang nggak bisa dipaksakan. Mamah hanya bergairah kalau bersenggama dengan Papah. Dia nggak nanya tuh, kenapa nggak ada darah perawan Mamah di sprei, ah.. sudah.. sudah! nggak usah tanya gitu-gituan lagi. Nanti malah berantem terus. Pokoknya Mamah sayaang benar sama Papah, nggak ada duanya deh".

Seperti bisa dia mulai mencopoti pakaianku satu persatu, sampai CD-ku dia pelorotin juga. Begitu di buka CD-ku, penisku langsung bergerak liar dan setengah tegang begitu tersentuh tangan halus Ningsih. Tak buang waktu lama, Ningsih melemparkan semua pakaiannya ke lantai karpet sampai terlihat bodinya yang seksi, putih mulus dengan puting susu yang semakin ranum. Mungkin pengaruh dari kehamilannya meskipun baru beberapa hari mengandung anakku. Penisku yang masih setengah tertidur langsung dikulumnya ke dalam mulutnya dan dihisapnya dalam-dalam, padahal aku masih berdiri seperti patung dengan bersandar ke tembok. Dengan ganas dia menghisap, menggigit dan menyedot penisku dalam-dalam sampai penisku mentok ke langit-langit mulutnya. Tak lama penisku langsung tegang dan memerah dan mengkilap bercampur ludahnya.

"Ooooggghh.. . Maahh.... terus Maahh... jilaat.... ooogghh..." Aku mulai terangsang dan kenikmatan setiap penisku dihisapnya. Ningsih memang suka sekali menjilat dan menghisap penisku, tapi ketika kutanya apakah dia juga menghisap penis suaminya, dia bilang amit-amit, nggak nafsu katanya. Mulut Ningsih pindah menghisap dan menjilat penisku, dia juga senang menggigit-gigit dua bakso penisku, sampai aku kesakitan campur geli dan nikmat bukan kepalang. "Ooooghh... Maahh... jangan digigit, Papah sakiiittt". Aku minta Ningsih berhenti dulu mengulum batang penisku, aku juga sudah rindu untuk menjilat vagina dan klitorisnya. Kuminta Ningsih tiduran di pinggir tempat tidur empuk itu dengan kaki terjuntai ke bawah, dengan begitu aku bisa duduk di tengah-tengah selangkangannya. Vagina dan klitorisnya terlihat jelas kalau begitu. Oh, begitu indah dengan warna merah jambu klitoris dan lubang vaginanya terlihat jelas di hadapan mukaku. Kujilat dengkul dan pahanya, terus merayap kujilati selangkangannya yang mulus, sesekali kujilatkan lidahku ke lubang pantat, klitoris dan lubang vaginanya, Ningsih melenguh-lenguh tertahan. "Oooghh, Papaahh... eeemghh, aduuuhh..., teruuuss... Paahh... oooghh... enaakkk." Kalau Ningsih sudah mulai melenguh begitu aku semakin bernafsu untuk terus menjilat, mengigit dan menyedot-nyedot klitoris dan lubang vaginanya sambil menyedot air maninya yang mulai meleleh keluar dan lubang vaginanya. Oh, nikmat... manis dan sedikit asin, kaya kuah asinan Bogor . Kukeraskan lidahku supaya semakin tegang dan kutusukkan ke dalam lubang vaginanya, Ningsih semakin melenguh keenakan, karena mungkin lidahku terasa seperti penis menyodok-nyodok semakin ke dalam lubang vaginanya. Cairan vaginanya semakin banyak keluar dan kuhisap dan kutelan dengan nikmat. Kadang-kadang rambut kemaluan Ningsih ada yang putus dan ikut termakan. "Paahh.... ooooghh.... Paahh..., enaakkk, teruuuusss.. .. Paahh... ooooggghh... aduuuhh", Ningsih semakin ramai, barangkali suaranya terdengar tamu di sebelah atau room-boy yang sedang lewat. Kujilatkan lidahku ke lubang pantatnya berkali-kali Ningsih bergelinjang kegelian. "Papaahh... geliiii..." penisku menggesek pahanya yang mulus sehingga semakin tegang. "Paahh... penisnya geli tuch di paha Mamah, udahan dulu ngisepnya sayang...., kesini deh, cium Mamah dan masukin penisnya."

Kuhentikan jilatan lidahku, memang sudah mulai pegal juga menegangkan lidahku hampir seperempat jam. Kugeserkan badanku ke atas, sejajar dengan tubuh Ningsih dan sambil kulumat mulutnya dalam-dalam kugesekan penisku ke vaginanya yang basah, oh... betapa nikmatnya. Kukulum dan kugigit lidahnya. Ningsih menjeNing tertahan, kemudian kujulurkan juga lidahku dan dia balas menggigit lidahku dengan bernafsu. Aku gantian teriak, sampai keluar sedikit air mata. Untung kenang-kenangan kalau Ningsih di Bandung katanya. Kujilati kupingnya, jidatnya, hidungnya, matanya sampai Ningsih menggelinjang- gelinjang ketika kujilati dan kugigit kupingnya. "Tuuuuhh.. Paah lihat, sampai merinding, "katanya manja. "Paahh, masukin penisnya Paahh, Mamah sudah rinduuu."

Ningsih melenguh manja. Ningsih merenggangkan selangkangannya untuk membuka lubang vaginanya lebih lebar lagi. Penisku yang tambah keras nyasar-nyasar di lubang vaginanya setelah menembus bulu-bulu vaginanya yang mulai basah dan "Bleesssss.. ." Ningsih berteriak keenakan sambil menggigit bibirku. "Paahh..., ooogghh..., pelaan pelaannn... doongg." Matanya terpejam, nafasnya yang harum dan bau mulutnya yang wangi masuk semua terhirup oleh hidungku. Kutarik dan kutekan penisku semakin kuat dan sering, keringatku semakin bercucuran, mungkin berkat bir hitam cap kucing yang kuminum sebelum bermain dengan Ningsih tadi. Ningsih juga semakin mengencangkan goyangan pinggul dan pantatnya turun naik sampai aku merasakan kepala penisku mentok di ujung lubang vaginanya. "Paappaahh.. .. ooogghh... teruuusss, cumbu Mamaah Paahh..., Mamaahh cintaa, Mamaahh.. sayyy... oooghh.. aduuhh... aanggg." Ningsih semakin ramai mengerang dan melenguh tak peduli suaranya akan didengar orang. Kuminta Ningsih menungging setelah kucabut penisku. Ningsih menurut dan wow! aku selalu semakin bernafsu kalau melihat pantat dan pinggul Ningsih yang mulus dan seksi. Sambil setelah jongkok, aku menyodokan penisku dari belakang setelah membuka lubang vaginanya sedikit dengan tanganku dan, "Bleeeeezzzz" , Ningsih berteriak keenakan. "aaggghh, oooghh... Paahh... terus genjot Paahh... wooowww... enaakkk Paahh..." aku semakin mengencangkan sodokan penisku. Ningsih melenguh, merintih dan teriak-teriak kecil sementara itu keringat kami semakin bercucuran membasahi seprei. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa setiap mempraktekkan berhubungan badan dengan gaya "doggy style" sehingga spermaku mulai meleleh keluar, semakin meramaikan bunyi gesekan penisku dengan vagina Ningsih. Ningsih semakin menunggingkan pantatnya sehingga penisku semakin amblas di dalam vaginanya. Rasanya air maniku sudah mengumpul di kepala penisku menunggu dimuntahkan habis. "Maahh... oooghh.... aduuuhh... Maahh, vaginanya enaakk..., punya Papah yaa sayaang...." Ningsih menjawab sambil merintih "Iyaa... sayaangg, semuanya punya Papaahh." Kusodokkan penisku semakin dalam. "Maahh.... adddduuhh... . Papaahh... moooo keluaarr! cabut dulu ya Maahh..." Ningsih setuju dan segera telentang kembali. Aku segera menggumulinya dari atas badannya, kulumat pentil buah dadanya. Ningsih kenikmatan dan minta penisku segera dimasukan kembali ke vaginanya. Dia minta aku merasakan kenikmatan bersenggama dengannya, sampai nanti bertemu lagi di Bandung dengan segala cara. Kumasukan kembali penisku ke vaginanya yang semakin basah dengan cairan sperma kami yang sudah bercampur satu.

"Bleeessszzz, crroockkk... chhooozkk... breesszz... crrrockkk... . bunyinya semakin gaduh. Ningsih semakin membabi buta menggoyang dan menaik-turunkan pinggulnya dan aku juga demikian. Kutekan dan kucabut penisku yang panas dan keras ke lubang vaginanya. Ingin rasanya kutumpahkan semua sperma dan spermaku ke lubang vagina dan rahim Ningsih supaya anakku semakin sehat dengan tambahan vitamin dan mineral dari sperma bapaknya. Supaya kegantengan dan kepintarannya juga turun ke anakku yang ada di dalam rahim Ningsih. Tiba-tiba kami merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa, kami meregang dan melenguh bersama-sama merasakan sorga dunia yang tiada taranya, meregang, meremas dan memeluk erat-erat dua badan anak manusia yang saling mencinta dan seakan tak mampu terpisahkan. Ningsih mengejang badannya dan menggigit bibir dan lidahku, pinggulnya terangkat sambil berteriak. "Papaahh.... oooghh... Mamaah... ooghh, keluaar... sayaangg", sambil mencubit dan mencakar punggungku.
Mendengar lenguhan dan teriakan ejakulasi Ningsih, aku pun mulai tak tahan menahan desakan air maniku di kepala penisku dan sambil menekan dalam-dalam penisku di vaginanya aku berteriak sambil mengejang, kugigit lidahnya, "Maahh... oooggghh... Papaahh... jugaa..... keeelluuuaarrr. ... oooghh.... sayaanggg... . nikmaattt." Kami tertidur sejenak sambil berpelukan dengan mesra dan tersenyum puas, waktu sudah menunjukkan jam delapan lewat lima menit, berarti kami bermain selama hampir dua jam lamanya. Oh, betapa nikmat dan puasnya. Aku memeluk dan menciumi Ningsih erat-erat seolah tak ingin berpisah dengan kekasihku dan isteriku tercinta, karena besok dia sudah akan pindah ke Bandung. Ningsih berjanji untuk membeNingsihhukan nomor telepon rumahnya di Bandung dan aku diminta untuk datang paling tidak seminggu sekali.

Sudah satu bulan berlalu, sejak pertemuanku terakhir dengan Ningsih di Jakarta. Aku terkadang sangat rindu dengannya, tapi kutahan perasaanku dengan menyibukkan diriku pada pekerjaan yang semakin menumpuk sejak aku mempimpin cabang Slipi. Maklum, para pengusaha nasabah bank dimana aku bekerja semakin banyak saja, hal ini karena keberhasilan marketing-ku. Aku sengaja bekerja all-out siang malam, dengan menjamu langgananku sambil makan malam dan karaoke. Aku ingin melupakan Ningsihku yang sekarang sudah jadi isteri orang, tapi bayang-bayang kemesraan selama beberapa tahun dengannya seperti suami isteri tak mudah rupanya untuk dilupakan begitu saja. Sekretarisku yang baru memang cantik, lebih muda dan menarik, tapi anehnya aku sama sekali tak tertarik dengannya, barangkali memang aku bukan tipe lelaki "play-boy" yang gampang gonta-ganti pasangan. Cintaku sudah direbut oleh Ningsih tanpa peduli bahwa dia sudah menjadi isteri orang. Tapi aku tak menyesali pertemuan dengan Ningsih, aku tetap mencintainya dengan sepenuh hati.

Oh, rupanya aku melamun terlalu lama, sehingga aku merasa malu ketika sekretarisku Reni masuk membawa setumpuk dokumen.

"Pak, kok melamun?" sapanya ramah, sambil tersenyum manja.
"Ah, oohh... eng.. nggak.. kok", kataku tergagap.

"Pak, dokumen-dokumen ini perlu segera ditanda-tangani Bapak, sebab nanti siang Pak Yusuf Pramono akan mengambilnya" , kata Reni lagi.

"Okay, tinggalkan saja dulu, nanti saya panggil lagi kamu setelah kutandatangani" , kataku datar. Reni menaruh beberapa map "feasability study" untuk beberapa proyek pabrik konveksi yang mengambil kredit dari bank dimana aku bekerja. Dia keluar ruanganku dengan lirikan matanya yang semakin manja. Ah, boleh juga tuh cewek pikirku, bodinya cukup montok, hitam manis dengan buah dada yang terlihat menonjol besar keluar dari blousenya. Tapi setiap aku kepingin iseng-iseng menggoda Reni bayangan wajah Ningsih selalu berkelebat di depan mataku, seakan mengingatkan janji dan kesetiaanku. Ah, kamu mau menang sendiri Ning! gumamku dalam hati, sedangkan kamu nikmat-enakan dengan suamimu. Aku selalu membayangkan Ningsih telanjang bulat setiap malam dengan suaminya dan bermain cinta di ranjang berdua, tanpa takut ketahuan orang, tanpa takut diganggu orang karena memang suami-isteri sah dan lupa pada diriku. Kemudian pada akhir klimaks-nya Ningsih melenguh dan meregang sambil memuji sayang suaminya, sama seperti dilakukannya padaku. "Uuh! kamu memang nggak setia Ningsih! kamu tega meninggalkan aku sendirian di Jakarta , sedangkan kamu nikmat-enakan tiap malam ngentot dengan suamimu. Kamu bilang nggak cinta, tapi lama lama kamu suka juga dimasukin penisnya! Brengsek kamu Ningsih!!! dan bodohnya aku tetap saja setia menunggu barang bekasan lelaki lain."

Sekretarisku masuk lagi ke ruang kerjaku, ada apa pikirku, belum dipanggil kok masuk lagi. Jangan-jangan dia memang sudah kegatelan mau kucumbu. Aku sudah mempunyai pikiran buruk untuk menggodanya untuk mengobati kekesalanku pada Ningsih dan aku hampir yakin bahwa dia pun pasti menginginkan aku berbuat sesuatu yang mengasyikan padanya.

"Ada apa lagi?" kataku pura-pura tetap berwibawa seperti biasanya.
"Anu, Pak.. ada telepon dari Ibu Ningsih, Bandung!" katanya mengandung curiga. "Hah, Ningsih! Ada apa lagi dia, mau ceNingsih asyik-masyuk pengantin barunya dengan si Yudi itu?" pikirku dalam hati. "Cepat, sambungin ke sini!" jawabku cepat dan spontan. Heran, setiap kudengar nama dia, apalagi akan mendengar suaranya setelah hampir sebulan tidak ketemu, kebencian dan cemburuku pada suaminya seperti mendadak hilang tak berbekas. Sekretarisku bergegas keluar kembali untuk menyambungkan saluran telepon dari Ningsih, terlihat raut mukanya agak ditekuk. Aku yakin dia nggak begitu suka jika Ningsih telepon, mungkin juga cemburu, karena dia tahu aku punya hubungan khusus dengan bekas sekretarisku itu.

"Hallo, Papah, ini Mamah, apa khabar sayang?" suara Ningsih di seberang sana terdengan merdu di kupingku.
"Baik saja kok, kamu gimana?" kataku datar.
"Pah, Mamah sangat rindu deh, kapan Papah mau ke Bandung?" jawabnya lagi.
Tiba-tiba timbul pikiranku untuk menggodanya, sekaligus menumpahkan kekesalan dan kecemburuanku.
"Ah, masa sih kamu kangen saya, kan tiap malam ada teman sekasur, nikmat lagi, nggak takut ketahuan orang, tiap jam, tiap saat mau mainkan tinggal buka celananya, penisnya gede lagi, pasti kamu melenguh keenakan!" jawabku nyerocos seenaknya dan rasanya plong hatiku setelah mengatakannya.
"Papah, kok gitu sih? Papah jahat deh, Mamah nggak nyangka Papah bicara begitu, padahal setiap detik, setiap hari Mamah rindu padamu!" ungkapnya dengan nada agak tinggi. Aku terdiam, nggak tahu mau ngomong apa lagi.
"Pah, kamu masih mau denger Mamah nggak?" Ningsih berkata lagi.
"Pah, Mamah interlokal nih, jadi mesti menghemat, Mamah kan isteri pegawai kecil, mesti ngiNing, masih mau dengar nggak?"
"Iya, iya, aku masih dengar kok, terus saja ngomong, aku dengerin", kataku sekenanya.
"Papah kok gitu sih, Papah kelihatannya nggak rindu sama Mamah? ya sudah, Mamah tutup teleponnya ya!" serunya mulai emosi. Aku masih saja mau menggodanya, rasanya kesal dan cemburuku belum hilang betul.
"silakan, memangnya siapa yang telepon duluan?" lanjutku lagi.
"Oh, gitu ya, kamu memang egois, kamu nggak mau ngerti, mau menang sendiri, kamu selalu mengungkit perkawinanku, padahal semuanya terjadi bukan karena mauku. Kenapa dulu Papah nggak beReni mengawini Mamah? Jawabnya karena Papah sudah punya anak, isteri dan kedudukan tinggi. Apakah itu bukan egois namanya? Tapi Mamah tetap menyintaimu dengan sepenuh hati, apa Papah pikir Mamah juga nggak cemburu, bertahun-tahun mencintai laki-laki yang sudah jadi suami orang? Apa Mamah harus jadi perawan tua dan hanya selingan kamu?"
Terdengar suaranya mulai keras dan terbata-bata, mungkin menahan tangis.
"Ya sudah, Mamah nggak bakalan telepon Papah lagi, biarlah Mamah menanggung rindu dan mencintai Papah sampai mati, Mamah nggak akan ganggu Papah lagi kalau memang sudah tidak dibutuhkan! Tapi kamu mesti ingat Pah, bahwa bayi di kandungan Mamah adalah anakmu, bayi ini adalah darah dagingmu, kamulah yang membentuk dan menjadikan janin anakmu ini, si Yudi bukan bapaknya yang sesungguhnya, dia nggak tahu bahwa aku sudah mengandung benih anakmu ketika kawin."

Ningsih terdengar menutupi kesedihannya dengan omelan panjang yang memerahkan kupingku. Ah, dasar perempuan, kalau sudah merajuk dan mengamuk, hatiku selalu luluh dengan perasaan cintaku kepadanya, cintaku yang memang sangat mendalam dan tidak bisa terlupakan, apapun yang terjadi dan bagaimanapun status Ningsih sekarang yang sudah menjadi Nyonya Yudi Prayogo. Aku takut Ningsih segera menutup teleponnya, makanya segera kularang dia.

"Mah, tunggu! jangan tutup dulu teleponnya, oke...oke... , maafkan Papah, Papah juga rindu, Papah sayang, Papah selalu mencintaimu, kamu dengar itu sayang?" aku menyerocos tak terkendali, menumpahkan perasaanku yang sesungguhnya.
"Ya sudah, tak apa, Mamah selalu memaafkan kamu, sekarang catat nomor telepon Mamah dan Mamah tunggu kamu di Bandung segera kalau Papah masih sayang Mamah, mumpung si Yudi lagi tugas seminggu ke Malang!" perintah Ningsih. Kucatat nomor teleponnya dan aku berjanji untuk segera datang ke Bandung menemuinya, kasihan Ningsihku kesepian dan sangat merindukanku. Aku janji untuk datang hari Jumat sore dengan kereta Parahyangan dan menginap di Hotel Kumala Panghegar. Aku sengaja tidak bawa mobil dan sopirku sebab bisa berabe nanti kalau sopirku tahu aku masih berhubungan dengan Ningsih.

Pada Jum'at sore aku sudah tiba di stasiun kereta api Bandung dan temanku kepala cabang di Bandung telah siap menjemputku di stasiun. "Gila lu Zen, kau rupanya masih juga berhubungan sama Ningsihmu itu!" katanya sambil menepuk bahuku, setelah kami bertemu di stasiun. Aku hanya tersenyum saja. Togar Sihombing temanku itu memang satu-satunya sejawatku yang mengetahui hubungan intimku dengan Ningsih, sejak Ningsih masih menjadi sekretarisku. "Hati-hati kamu Zen, di sini kamu lagi bertamu, nanti ditangkep satpam suaminya tau rasa kau!" katanya meledek. Karena rahasiaku dan Ningsih memang sudah di tangannya, aku tak sungkan-sungkan meminta supaya Togar bisa jemput Ningsihku dari rumahnya di daerah Pasir Kaliki dan dibawa ke kamar hotelku. Aku suruh dia mengatur segalanya, termasuk keamanan hotel Kumala Penghegar, agar aku bisa tenang dan santai dengan Ningsihku semalam suntuk, bahkan kalau bisa sampai minggu pagi.

Kira-kira satu setengah jam aku menunggu di kamar hotel, pintu diketuk dari luar dan waktu kubuka pintu kamarku, ternyata Ningsihku sudah berdiri sendirian. Dia tersenyum manis dengan lipstik merah tua tipis, kontras dengan mukanya yang putih mulus. Badannya semakin bersih dan montok, mungkin pengaruh kandungannya yang jalan dua bulan, sehingga buah dadanya terlihat semakin membesar dan pinggulnya semakin bulat berisi. Terlihat perutnya sedikit membesar dan itu semakin membangkitkan gairahku. Kata orang, wanita yang sedang hamil dua atau tiga bulan itu sedang cantik-cantiknya dan akan sangat menggemaskan laki-laki yang melihatnya, apalagi dalam keadaan polos. Kuraih tangannya dan kutarik dia ke kamarku. Setelah mengunci kamar dengan double-locked, kupeluk dan kucium dia dengan penuh kerinduan, Ningsih membalas hangat. Kuminta air liurnya seperti biasa ketika kami berciuman dan kutelan dalam-dalam ludahnya yang tetap wangi itu. Baru aku sadar untuk menanyakan kawanku Togar, setelah Ningsih melepaskan ciumanku yang menggebu-gebu sehingga terengah-engah kehabisan napas.

"Kemana si batak itu?" tanyaku.
"Dia pulang dulu katanya, setelah mengantar Mamah sampai ke pintu kamarmu", jawab Ningsih. Tahu betul tuh batak satu.

"Kok, Papah kelihatan kurusan? katanya lagi sambil memandangiku dari ujung kaki ke ujung rambut.
"Masa? barangkali kurus mikirin kamu. Apa khabar sayang? senang ya hidup di Bandung?" dia merebahkan badannya di pelukanku, sehingga aku terdorong rebah ke ranjang karena Ningsih semakin berat badannya.
"Apa kabarnya suamimu? Kok punya isteri cantik ditinggal-tinggal terus", godaku muncul lagi.
"Ah, sudahlah, nggak usah nanya dia, namanya juga pegawai rendahan, harus mau ditugaskan ke mana saja." Jawab Ningsih.
"Pah, Mamah kangen dan rindu banget deh", katanya lagi sambil berbalik menindih tubuhku. Oh, Ningsihku semakin bahenol saja badannya, dan buah dadanya yang semakin montok menekan dadaku.
"Hati-hati dengan perutmu sayang, nanti anak kita kejepit." Ningsih tak peduli, dia terus merangsek dan menciumi seluruh mukaku dan kupingku sehingga seluruh tubuhku merinding dibuatnya.
"Oooohh... Papah, Mamah gemes dan rindu deh!" ujarnya sambil menjulurkan lidahnya yang harum ke bibirku, tentu saja kusambut hangat dan segera menghisap lidahnya dalam-dalam sambil kugigit sayang. Ningsih melotot manja, "aachh... sakiiitt dong Paahh!" Kukulum lagi lidahnya dan kusedot sambil memejamkan mataku, Ningsih mulai melenguh bahagia sambil sekali lagi menumpahkan liurnya untuk kuhisap dan kutelan dalam. Kubalikkan badannya pelan-pelan karena Ningsih sedang berisi, dan segera saja kubuka pakaiannya. Ningsih diam saja dengan mata terpejam. Kulempar satu persatu roknya, blousnya, blazernya, dan terakhir celana dalamnya. Oh, Ningsihku semakin montok dan menggairahkan. Pahanya, betisnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus, pinggulnya semakin montok berisi dan vaginanya dengan bulu-bulu hitam tipis kemerahan semakin menggairahkan. Kujilati badannya mulai dari ujung kaki, naik ke betis, paha dan bermuara di selangkangan dan vaginanya. Ningsih mulai menggeliat-geliat kegelian.
"Paahh, ooogghh Mamah rindu jilatanmu seperti ini, oooogghh." lenguhan Ningsihku baru lagi kudengar setelah dua bulan tidak ketemu. "Papah buka pakaiannya dong!" kata Ningsih mulai nggak sabar. Aku segera menanggalkan seluruh pakaian yang melekat dan ketika CD-ku kulepas, penisku langsung mencuat keluar dengan tegang. Ningsih tersenyum manja dan langsung menyergap penisku dengan kuluman mautnya.

"Paahh... Mamah rindu penis iniiii, eeeemmggghh enaakkk Paahh, kok sudah assiinn?" Mulutnya menyedot-nyedot penisku sambil mundur maju, aku merasakan kenikmatan luar biasa. Ningsih mengigit-gigit batang penisku yang mulai menegang seperti kayu.

"Maahh, ooogghh teruusss oooggghh, tapi jangaann oooghh, keras-keras gigitnya!" aku mulai merem-melek keasyikan. Ningsih semakin kencang menghisap-hisap penisku sambil memejamkan matanya, sementara buah-dadanya berayun-ayun ketika dia menaik-turunkan mulutnya sampai batang penisku masuk semua di mulutnya.

"Paah, sudah keluar lendirnya, asiiiin!" sambil menelan cairan penisku, dan hisapannya semakin menjadi-jadi di kepala penisku sambil menghisap-hisap lendir penisku. "Eeeemmhh... enaak Paahh." Aku semakin merem melek sambil menggapai buah dadanya, dan ketika tanganku berhasil meraihnya, kuremas-remas buah dadanya yang semakin kenyal dan kupilin putingnya yang kemarahan seperti buah delima matang.

"Maahh.. ooogghh... udaahh duluuu yaang, Papah nggak tahaannn... oooghh." Aku menggelinjang kuat ketika hisapannya semakin asyik di kepala penisku. "Sekarang giliran Mamah yang tidur." Ningsih telentang pasrah, kedua kakinya kurenggangkan, kuusap-usap perutnya yang mulai kelihatan sedikit buncit mengandung anakku. Kubenamkan mukaku di selangkangannya sambil kujilat kedua selangkangannya dan dengan cepat kujilat pula lubang duburnya. Ningsih selalu nggak tahan kalau kujilat lubang pantatnya. Dia menggelinjang kegelian sambil merintih. "Aduuuhh, Papah jahaat!" Kumainkan klitorisnya dan lubang vaginanya dengan lidahku dan kukeluarkan ludahku membasahinya sehingga terasa semakin nikmat ketika kuhisap cairan vaginanya yang sudah mulai keluar bercampur ludahku. Asin, manis dan gurih. Kutelan dalam-dalam. Ningsih mulai menaik-turunkan pinggulnya kegelian.

"Paahh, eeemmggghh.. .. ooogghh, teruuusss... Paahh, lidahnya kayak kontoool." Dia terus melenguh seperti biasanya, dan lenguhannya ini yang tak bisa kulupakan. Lidahku yang tegang semakin kujulurkan ke dalam lubang vaginanya, kumainkan klitorisnya dengan lidah digetarkan, Ningsih menggelinjang hebat. Rongga-rongka vaginanya kulumat dan kujelajahi dengan lidahku, sementara bibirku melumat kelentitnya yang memerah.

"Oooooghh... Papaahh... nikmaat... teruuusss Paahh! Ningsih menaik-turunkan pantatnya semakin tinggi, sehingga lidahku seperti penis menancap dalam di vaginanya.
"Aduuhh... Paahh... oooogghh... Paahh, Mamaahh... oogghh... enaakkk!" mulai deh Ningsih melenguh panjang. "Paah, hayo naik deh, Mamah sudah nggak tahan, masukin cepet penisnya sayaang!" Ningsih semakin melebarkan selangkangannya dan menggapai badanku. Aku bangun dan menidurinya dengan hati-hati karena sekarang Ningsih sedang berbadan dua. penisku sudah keras seperti batu dan mengangguk-ngangguk gagah mencari mangsa. penis pun tahu bahwa kesukaannya ada di depannya, vagina Ningsih memang sudah tak asing lagi buat penisku sehingga begitu bersentuhan saja langsung mengeras bukan main. Seperti batu! Dan Ningsih memang nggak bakal lupa dengan keperkasaan penisku yang mulai dikenalnya sejak dia perawan, untuk pertama kali menikmati penis lelaki.

Kugesekan penisku di pahanya, Ningsih kegelian, dan memberikan kode supaya langsung ditancapkan ke vaginanya yang sudah menganga, basah, hangat dan mulai menyedot-nyedot mencari mangsa. Kubenamkan kepala penisku sedikit demi sedikit, oh hangatnya vagina Ningsih dan vaginanya mulai bereaksi menyedot-nyedot, empot-ayamnya mulai main. Kutarik lagi penisku, sehingga pinggul Ningsih ikut naik karena sudah tidak sabar ingin melumat penisku. Kubenamkan lagi batang penisku perlahan, Ningsih menaikkan pinggulnya ke atas, sehingga batang penisku setengah ditelan vaginanya. Pinggulnya diputar-putarkan sambil mengeluarkan jurus "empot-ayamnya" .

"Oooogggghh, Mamaahh... uughhgghh... nikmaattt aduhh." Desahanku membuat Ningsih semakin semangat menaik-turunkan pinggulnya, hingga batang penisku semakin amblas ditelan vaginanya yang tetap saja sempit.
"Paahh tekaannnn Paahh... Mamaahh... oogghh... nikmaattt sekalii." Pinggul Ningsih dan badannya semakin bahenol dan seksi, perutnya yang sedikit membesar membuat nafsuku semakin menjadi-jadi. Kuganjal pantatnya dengan bantal dan aku setengah duduk dengan bertumpu pada dengkul menggenjot penisku keluar masuk vagina Ningsih yang semakin naik ditopang bantal sehingga seluruh rongga vaginanya terlihat jelas. "Bleeesss... creekkkk.... bleeees... creeekkk, gesekan dahsyat penis dan vaginanya yang empot ayam semakin ramai saja. Daging vaginanya terlihat seperti terbawa ketika kucabut batang penisku saking sempitnya. Dan "empot-ayam" -nya dikeluarkan kalau senggama dengan aku saja katanya, sedangkan dengan suaminya tetap seperti layaknya "gedebong pisang".
"Paah..., aduuhh, Paahh.., kontoolnya ooghh, Mamaahh... nggaak tahaan... Paahh!" Ningsih seperti nggak ingat sedang hamil, badannya bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke kanan merasakan kenikmatan penisku yang perkasa.
"Paahh... ooghh.... eemmghh... oozzzhh... aauugghh... eeemmhh... teruuzshh... tusuuukk.... Paahhghh", lenguhan itu yang sangat kudambakan. Aku seperti lelaki yang sangat dibutuhkan Ningsihku, tidak ada lelaki lain yang bisa memuaskannya lahir batin.

Aku semakin gila menyodokkan penisku keluar masuk vagina Ningsih, kuangkat kaki kirinya ke atas dan kutenggelamkan seluruh batang penisku sampai terasa mentok di ujung lubang vaginanya.
"Oooogghh... apaahh... uughhzz... Papaahh... nikmaatt... ooghh.... teruss... aduuuuhh... teruuss, Mamaahh... maooo... keluaarr!" Ningsih berteriak-teriak keras sekali sambil seluruh badannya bergetar dan bergoyang, keringat kami bercucuran seperti habis mandi membasahi sprei. "Paahh, kenapa dicabut?" Ningsih mendelik waktu penisku mendadak dicabut dari lubang vaginanya. Ningsih tersenyum lagi ketika kuminta dia menungging, supaya kami bisa bermain dengan "doggy style". Wow, pinggulnya yang putih mulus semakin berisi dan bahenol saja menambah nafsuku semakin menjadi, ketika Ningsih menungging. Kuhisap dan kujilat lendir vaginanya dari belakang, sekalian lubang pantatnya, Ningsih melenguh panjang. Dia memang paling geli kalau dijilat lubang pantatnya. "Papaahh.... aduhh.... Mamaahh, nggak tahaan doongg... Cepat masukin penisnyaa!" teriak Ningsih sambil menunggingkan pantatnya, sehingga terlihat vaginanya yang merah jambu dan sedikit basah itu. Penisku yang lagi tegang-tegangnya kuarahkan ke lubang vaginanya seperti mengarahkan meriam "Si Jagur" siap menembak tank-tank belanda. Dan... "Bleeeesszzhh. .." penisku menyeruak ke dalam "gua kenikmatan dunia" Ningsihku. Ningsih kembali melenguh panjang. "Paahh... oooggghh..., teruuss kocookk sayaang!" Aku mulai menarik dan membenamkan batang penisku keluar masuk lubang vaginanya yang terasa semakin sempit dan menyedot-nyedot kalau bersenggama dengan "doggy style" kesukaan kami berdua. "Oooggghh... Maahh, Papah enaakkk... ooooggghh... hhzzz... aahzzoogghh. .. duuh.... Maahh... aa... duuhh gilaa... yaangg, teruuss goyaang.. cakeeep!" Ningsih memundur-majukan pantat dan pinggulnya semakin cepat sehingga bed kamar hotelku berdeNing-deNing bunyinya. Keringat kami jatuh bercucuran. Nikmat sekali rasanya bersenggama dengan kekasihku tersayang ini. Jiwa raga kami rasanya bersatu-padu.

"Aduuuhh... Papaahh... ooggghh... enaakkk... Paahh, teruusss Paahh genjot... teruuuss... aahh... lebih kenceng, oooggghh... aahhzzzzhh.. . duhh", badan Ningsih berguncang-guncang keras, goyangan pinggul dan pantatnya tambah menggila dan lubang vaginanya seakan mau melumat habis dan mematahkan batang penisku. Air maniku rasanya sudah mengumpul di kepala penisku, siap disemprotkan kapan saja kalau mau, tapi aku mau agar Ningsihku dulu yang klimaks supaya dia puas. Belum tentu kami bisa ketemu seminggu sekali, padahal dia pernah bilang bahwa kalau kami bisa kawin mungkin bisa berhubungan badan setiap malam, karena penisku terasa nikmat sekali rasanya katanya suatu hari sambil melumat lendirku yang keluar di mulutnya, dan Ningsih nggak geli menelan semua air maniku.

"Paahh... Mamaahh... ooggghh... Paahh... aaduuhh... oggzz... giillaa.... aahh.. ooogghh... Mamaahh.... ooghh... Maauu keluaarrr!"
"Tungguu sayaangg.. Mamaah berbalik dulu telentang lagi", perintahku, kami sudah hampir mencapai orgasme. Kucabut penisku, Ningsih kemudian telentang dengan kedua kaki dibuka lebar. Vagina dan lubang pantatnya kubersihkan dulu dengan jilatan lidahku penuh nafsu. Kutelan habis cairan vaginanya yang asin, wangi dan gurih itu. Dia menggelinjang sambil bergumam "Aduuuhh, ooogghh, Papah jahaat!" sambil tersenyum manja dan matanya merem-melek. "Cepetan masukin lagi penisnya Paahh, Mamah sudah nggak tahan nih!" Aku segera menaiki tubuhnya dengan hati-hati takut kandungannya tertekan dan anakku kesakitan. Kuarahkan lagi batang penisku yang sudah merah legam seperti batu dibakar untuk siap bertempur sampai titik darah putihku terakhir, demi untuk Ningsihku tersayang. Dan... "Bleeezzzhh" dan Ningsih melenguh panjang sekali "Oooogghh Paahh.. kocookkkhh yangghhzz.." Kutarik cepat penisku sampai kepalanya nongol ke permukaan vaginanya dan seketika itu juga kubenamkan habis batang penisku ke lubang vaginanya sampai terasa mentok. Ningsih melenguh panjang. "Oooggghh Paahh aduuuhh gilaa nikmaat." Kucabut lagi batang penisku tiba-tiba dan kubenamkan lagi kuat-kuat ke dalam vaginanya, dengan style agak miring, terkadang dari lubang sebelah kanan, terkadang masuk dari lubang sebelah kirinya, membuat Ningsih terbuai kenikmatan luar biasa. "Ooooowww ooogghh aahh Papahh enaakkhh duhh ampuunnn duuhh ooghhz.... Paahhzz!" teriakannya melengking-lengking , seperti nggak peduli kalau ada yang dengar. Aku semakin bernafsu, keringatku bercucuran, penisku terasa semakin tegang dan mau meledak dan terasa panas sekali seperti gunung mau memuntahkan laharnya. "Maahh.. ooghhzz Maahh Nonooknya gilaa empot ayaamm!"
"Goyaanggg teruusss oogghh yuuu bareeeng keluariiin Maahhggzz!

Kami semakin menggila saja, aku menusukkan batang penisku dan mencabutnya setiap "setengah detik" sekali, dan goyangan pantat dan pinggul Ningsih semakin menjadi-jadi. Tempat tidur semakin ramai berdeNing-deNing, keringat kami bercucuran seperti mandi sambil bersenggama, atau bersenggama sambil mandi, bercampur menjadi satu menambah kenikmatan dan rasa menyatu yang bukan main indahnya. Ningsih semakin menggila, mengelepar-gelepar keasyikan, matanya merem-melek. Kucium dan kulumat seluruh wajahnya, bibirnya, jidatnya, ludahnya kusedot dalam-dalam. Ningsih menggigit lidahku keras sekali sampai aku menjeNing kesakitan. Itu tandanya Ningsihku mau ejakulasi dan klimaks. Kukuatkan agar cairan air sorgaku nggak muncrat dulu sampai Ningsihku mencapai klimaksnya. Tiba-tiba... "Paahh oooggghh aduuuhh Maamah keluuaarr ooghh aduuhh gilaa ooowwwhzz aahh Papaahh.. uuughh uughh uuugghh", dia sekali lagi menggigit lidahku sampai berdarah barangkali, sambil mencubit keras pahaku, itu memang kebiasaannya kalau meregang menahan klimaks luar biasa. Aku tak peduli apapun yang dilakukan Ningsihku demi kepuasan kekasihku ini. Aku terus menggenjotkan penisku semakin gila dan rasanya sudah nggak tahan lagi menahan spermaku muncrat di vaginanya yang kusayangi. Ningsih sudah kepayahan rupanya, katanya vaginanya terasa ngilu kalau dia keluar duluan dan aku masih semangat menggenjotkan penisku keluar masuk vaginanya.

"Cepeeet dooong yaang aach Mamaah capeee", katanya dan akhirnya... "Ooogghh.. Maahh.. Papah jugaa keluaarrr... ooooghh.. oooghh... oooghh.. Mamaahh... aduuuuhh eemmhhzz! Kami sama-sama meregang, mengejang, mendelik, menggelepar, seakan jiwa raga kami terbang ke angkasa luas nan indah, ke alam surgawi dunia fana entah sampai kapan kami akan memagut cinta, tapi rasanya memang sulit berpisah. Kupeluk dan kucium Ningsihku yang terkulai puas dengan senyuman tersungging di bibirnya yang merah muda tanpa gincu. Kulumat lagi bibirnya habis-habisan, dia melenguh manja dengan mata tertutup letih tanda puas yang luar biasa. "Paahh, Mamah cinta... jangan tinggalin Mamah ya sayaang!" Aku mengangguk saja karena aku pun sangat mencintainya. Kemudian Ningsih dan aku rupanya tertidur pulas dalam keadaan berpelukan mesra dan bugil dan penisku masih sedikit menancap di vaginanya. Kulihat jam tanganku sudah menunjukan jam dua pagi. Hawa dingin kota Bandung dan ketika aku tersadar bahwa kekasihku masih tergolek mesra di pelukanku dengan telanjang bulat, nafsuku mulai bangkit kembali dan penisku sedikit demi sedikit mulai menegang dan keras kembali.

Kubangunkan Ningsihku, dia terbangun kami sama-sama berciuman kembali walaupun belum gosok gigi. Tapi cinta mengalahkan segalanya, semuanya terasa indah dan harum wangi. Ningsih juga kemudian terangsang kembali dan kami bersenggama lagi habis-habisan sampai jam empat pagi sampai seluruh badan terasa lemas dan lunglai. Nggak apa, kami makan apa saja yang membuat tubuh segar kembali dengan memesan ke Room Service. Hari Sabtu pagi sampai siang hari kami terus tidur berpelukan mesra, pintu kamar terus berstatus "DO NOT DISTURB" sebab ada dua sejoli yang sedang memagut kasih, dan sampai Minggu pagi kami terus bercinta dan bersetubuh tak bosan-bosannya sampai tujuh kali. Minggu siang sekitar jam 12.00 Togar datang sesuai janji untuk mengantarkan Ningsih pulang, sambil mendropku di stasiun kereta api. Oh, setianya Batak satu ini, benar-benar kawan sejati dia. Dia cuma cengar-cengir penuh arti ketika bersalaman di stasiun dan berpisah denganku. Dari mobil, Ningsih melambaikan tangan dan menempelkannya di bibirnya. "Hati-hati kau bawa dia kawan, dia sedang mengandung anakku, cari jalan yang mulus!" perintahku pada Togar. "Siap boss, akan kulaksanakan perintahmu!" katanya tegas. Batak ini memang tegas dan kasar, tapi hatinya sangat lembut dan baik. Sekali lagi aku berpelukan dengan Togar, sebelum Kijangnya yang membawa Ningsih hilang dari pandanganku.

Aku berjanji pada Ningsih untuk sesering mungkin datang ke Bandung, tak peduli apakah si Yudi keluar kota atau tidak sebab cinta kami begitu indah.
close
close
readmore »»